Cara Biar Mahasiswa Tak Gagap Teknologi dan Komunitas!

Dunia pendidikan di Indonesia terus bergerak dan berubah. Prof. Dr. Sukardiman MS Apt dari Universitas Airlangga (Unair) memaparkan pandangannya tentang transformasi pendidikan yang terjadi dari generasi ke generasi. Menurutnya, kita bisa membagi perkembangan ini menjadi tiga era besar: zaman bulgur, burger, dan blender.

Program Kampus Berdampak yang diluncurkan oleh Kemendiktisaintek pada April 2025 lalu, menjadi salah satu wujud nyata perubahan ini. Program ini digadang-gadang sebagai kelanjutan dari program Kampus Merdeka, dengan tujuan meningkatkan kemampuan bersosialisasi mahasiswa.

Sukardiman menjelaskan bahwa setiap zaman memiliki keunikan dan tantangannya tersendiri. Generasi bulgur, atau yang sering disebut Baby Boomer, mengalami keterbatasan akses pendidikan. Meski begitu, mereka dikenal memiliki ketangguhan, daya ingat yang kuat, serta etika sosial dan akademik yang tinggi.

Apa yang membedakan generasi bulgur, burger, dan blender dalam dunia pendidikan?

Kemudian, generasi burger (Milenial dan Z) mulai menikmati fasilitas yang lebih modern seperti laptop dan power point. Sementara itu, generasi blender (Alpha) sudah terpapar teknologi yang lebih canggih seperti kecerdasan buatan (AI) dan virtual reality (VR). Setiap zaman punya kelebihan dan kekurangan masing-masing, ujarnya.

Namun, Sukardiman juga menyoroti bahwa meskipun teknologi semakin maju, belum semua wilayah di Indonesia merasakan dampaknya secara merata. Ia mengajak anak muda untuk melihat tantangan nyata yang ada di depan mata dan mencari solusi inovatif.

“Meskipun demikian, karakteristik manusia yang dihasilkan zaman itu luar biasa tangguh, daya ingat yang kuat, etika sosial dan akademiknya tinggi,” jelasnya. Sebaliknya, generasi yang lebih modern, kognitifnya luar biasa, tetapi daya ingatnya menurun, bebernya.

Kenapa kurikulum pendidikan harus terus beradaptasi?

Sukardiman menekankan pentingnya kurikulum yang adaptif, yang mampu menjawab perubahan zaman. Ia mencontohkan fenomena pergantian kabinet yang seringkali diikuti dengan perubahan kebijakan secara menyeluruh. Perubahan itu harus ada signifikansi, transformasi menuju ke yang lebih baik, ungkapnya.

Ia juga menambahkan, Tetapi ada hikmahnya yaitu kita lebih familiar dengan penggunaan IT seperti saat ini, ada kegiatan hybrid online. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi telah membuka peluang baru dalam dunia pendidikan, memungkinkan pembelajaran yang lebih fleksibel dan inklusif.

Perubahan dari MBKM menjadi Kampus Berdampak, menurut Sukardiman, adalah langkah maju. Namun, ia mengingatkan bahwa implementasinya harus diatur dengan baik oleh masing-masing kampus agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Bagaimana program Kampus Berdampak bisa meningkatkan kemampuan sosial mahasiswa?

Sukardiman berharap program Kampus Berdampak dapat menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri secara holistik, tidak hanya dalam bidang akademik, tetapi juga dalam kemampuan bersosialisasi dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Dengan demikian, lulusan perguruan tinggi di Indonesia akan siap menghadapi tantangan global dan berkontribusi positif bagi bangsa dan negara.

Intinya, pendidikan di Indonesia terus berkembang. Dari keterbatasan di era bulgur, kemudahan teknologi di era burger, hingga kompleksitas AI di era blender, setiap generasi memiliki tantangan dan kelebihannya masing-masing. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi dan kurikulum yang adaptif untuk menciptakan generasi yang tangguh, cerdas, dan berakhlak mulia.

More From Author

Program MBG Butuh Rp116,6 T untuk 82,9 Juta Penerima

Gaji Tinggi Lulusan TBSM? Ini Fakta Sebenarnya!

Gaji Tinggi Lulusan TBSM? Ini Fakta Sebenarnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *