Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus berupaya melakukan modernisasi dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Hal ini disampaikan oleh Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, dalam sebuah diskusi yang membahas rencana revisi Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan.
Afifuddin menekankan bahwa usulan mengenai penggunaan e-voting (pemungutan suara elektronik) dan e-counting (penghitungan suara elektronik) telah menjadi topik diskusi yang penting. Menurutnya, KPU sangat mempertimbangkan efisiensi, penyederhanaan proses, dan adaptasi terhadap perkembangan teknologi dalam setiap inovasi pemilu.
Kenapa E-Voting dan E-Counting Belum Sepenuhnya Diterapkan?
Meskipun KPU menyadari potensi besar dari e-voting dan e-counting, Afifuddin menjelaskan bahwa persiapan yang matang dan landasan hukum yang kuat sangat diperlukan. Tanpa dasar hukum yang jelas, KPU akan kesulitan dalam mengimplementasikan sistem tersebut secara efektif dan aman.
âPasti kita semua berpikir untuk itu (e-voting/e-counting). Alasan efisiensi, penyederhanaan, adaptasi terhadap teknologi, mau tidak mau. Tapi persiapannya harus panjang dan juga piranti hukum, dasar, basis aturannya harus jelas. Sehingga KPU-nya tidak terombang-ambing,â ujarnya.
Afifuddin juga menyinggung pengalaman KPU dalam menerapkan berbagai metode pemilihan sebelumnya. Ia mencontohkan perubahan dari sistem mencoblos ke mencontreng, yang dipicu oleh isu di media yang menganggap Indonesia sebagai negara yang tertinggal karena masih menggunakan sistem mencoblos. Hal ini menunjukkan bahwa KPU selalu berusaha untuk beradaptasi dan melakukan modernisasi.
Apa Saja Tantangan dalam Modernisasi Pemilu?
Salah satu tantangan utama dalam modernisasi pemilu adalah memastikan bahwa setiap perubahan memiliki dasar hukum yang kuat. Hal ini penting untuk menghindari ketidakpastian dan potensi masalah hukum di kemudian hari. Selain itu, KPU juga perlu memastikan bahwa sistem yang baru diterapkan aman, transparan, dan dapat dipercaya oleh masyarakat.
Selain itu, KPU juga perlu mempertimbangkan kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia. Implementasi e-voting dan e-counting membutuhkan investasi yang signifikan dalam teknologi dan pelatihan bagi petugas pemilu. KPU juga perlu memastikan bahwa semua warga negara memiliki akses yang sama terhadap teknologi tersebut, tanpa terkecuali.
Bagaimana KPU Menjamin Keamanan dan Kepercayaan Publik?
Keamanan dan kepercayaan publik adalah dua faktor kunci yang harus dipertimbangkan dalam setiap upaya modernisasi pemilu. KPU perlu memastikan bahwa sistem e-voting dan e-counting aman dari potensi peretasan dan manipulasi. Selain itu, KPU juga perlu membangun kepercayaan publik terhadap sistem tersebut melalui sosialisasi dan edukasi yang efektif.
KPU juga perlu melibatkan berbagai pihak dalam proses modernisasi pemilu, termasuk ahli teknologi, akademisi, dan masyarakat sipil. Dengan melibatkan berbagai pihak, KPU dapat memastikan bahwa sistem yang baru diterapkan memenuhi standar keamanan dan transparansi yang tinggi.
Afifuddin menegaskan bahwa KPU akan terus berupaya melakukan modernisasi dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Namun, ia juga menekankan bahwa setiap perubahan harus dilakukan dengan hati-hati dan berdasarkan pada landasan hukum yang kuat. Dengan demikian, KPU dapat memastikan bahwa pemilu di Indonesia semakin efisien, transparan, dan dapat dipercaya oleh masyarakat.