Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menjadi sorotan karena banyaknya gugatan terkait Undang-Undang TNI Nomor 3 Tahun 2025. Wakil Ketua MK, Saldi Isra, mengungkapkan bahwa ada sekitar 14 gugatan yang masuk, sebagian besar terkait dengan uji formil UU tersebut. Fenomena ini dianggap sebagai bentuk antusiasme masyarakat terhadap UU TNI yang baru disahkan.
Uniknya, MK menyidangkan perkara yang sama dalam tiga panel berbeda. Saldi Isra menyebutkan bahwa ini adalah sejarah baru bagi MK. Dalam sidang panel 2, terdapat mahasiswa dari Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjadjaran (Unpad), dan Universitas Brawijaya yang mengajukan gugatan. Hal ini menunjukkan bahwa isu UU TNI ini menarik perhatian banyak pihak, terutama kalangan mahasiswa.
Kenapa Banyak Gugatan UU TNI Diajukan?
Banyaknya gugatan terhadap UU TNI ini mengindikasikan adanya sejumlah pasal yang dianggap bermasalah atau tidak sesuai dengan prosedur pembentukan undang-undang yang benar. Uji formil sendiri fokus pada proses pembuatan UU, apakah sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau belum. Jika prosesnya cacat, maka UU tersebut bisa dibatalkan.
Saldi Isra mengamati bahwa antusiasme mahasiswa untuk mengajukan permohonan sangat tinggi. Ia menyarankan agar mahasiswa dari berbagai universitas menggabungkan permohonan mereka. Tujuannya adalah agar argumentasi, dalil-dalil, dan bukti-bukti yang diajukan bisa saling melengkapi. Dengan begitu, permohonan akan semakin kuat dan meyakinkan.
Coba dipikirkan itu supaya kelihatan itu mahasiswa Indonesia kompak satu permohonan, jangan-jangan di panel lain ada yang mahasiswa juga supaya nanti bisa saling melengkapi argumentasi, ujar Saldi Isra.
Mengapa Mahasiswa dari Universitas Berbeda Mengajukan Gugatan Terpisah?
Meskipun memiliki tujuan yang sama, mahasiswa dari berbagai universitas mengajukan gugatan secara terpisah. Hal ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perbedaan interpretasi terhadap pasal-pasal yang dianggap bermasalah, atau adanya fokus yang berbeda dalam argumentasi yang ingin disampaikan. Namun, Saldi Isra berharap agar ego masing-masing universitas bisa dikelola dengan baik, sehingga substansi yang diperjuangkan tetap menjadi prioritas utama.
Jadi ego masing-masing universitas dalam soal-soal seperti ini bisa, maksud saya ego masing-masing mahasiswa di universitas itu bisa dikelola dengan positif untuk soal-soal seperti ini, ungkapnya.
Saldi Isra menekankan bahwa yang terpenting bukanlah soal mewakili universitas masing-masing, melainkan substansi yang diperjuangkan. Ia berharap agar mahasiswa bisa bersatu dan kompak dalam mengajukan permohonan, sehingga suara mereka lebih didengar dan diperhatikan oleh MK.
Apa Dampaknya Jika Gugatan UU TNI Dikabulkan?
Jika MK mengabulkan gugatan uji formil terhadap UU TNI, maka UU tersebut bisa dibatalkan. Artinya, UU tersebut dianggap tidak sah dan tidak berlaku lagi. Hal ini tentu akan berdampak pada berbagai aspek, terutama yang berkaitan dengan tugas dan fungsi TNI. Pemerintah dan DPR kemudian harus merevisi atau membuat UU baru yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun, proses pembatalan UU oleh MK bukanlah akhir dari segalanya. Pemerintah dan DPR memiliki kewenangan untuk membuat UU baru yang lebih baik dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. Yang terpenting adalah proses pembuatan UU tersebut harus transparan, partisipatif, dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Sidang pengujian UU TNI ini menjadi momentum penting bagi MK untuk menunjukkan independensi dan profesionalismenya dalam mengawal konstitusi. Putusan MK akan sangat menentukan arah kebijakan terkait TNI di masa depan. Masyarakat pun berharap agar MK dapat memberikan putusan yang adil dan bijaksana, demi kepentingan bangsa dan negara.
Sebagai informasi tambahan, MK menyidangkan 11 gugatan terhadap UU TNI pada hari Jumat, 9 Mei 2025. Sementara itu, tiga gugatan lainnya belum diregister oleh MK.