Dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Ancaman krisis iklim semakin nyata, dan ini berpotensi memicu masalah di berbagai sektor penting seperti air, energi, dan pangan. Suhu global terus meningkat, dan kita tidak bisa lagi mengabaikan dampaknya.
Indonesia, sebagai negara kepulauan yang besar, punya tantangan tersendiri dalam memastikan ketersediaan sumber daya penting ini untuk seluruh rakyatnya. Di tengah situasi global yang tidak pasti, kita perlu langkah strategis untuk menjaga ketahanan nasional.
Salah satu solusi yang bisa kita optimalkan adalah hutan. Hutan bukan hanya sekadar objek konservasi, tapi juga bisa menjadi sumber daya strategis untuk ketahanan air, energi, dan pangan. Ini adalah visi besar untuk menjadikan hutan sebagai benteng pertahanan kita di tengah krisis.
Kenapa Hutan Bisa Jadi Solusi Krisis?
Hutan punya potensi besar untuk menyediakan sumber makanan, air bersih, energi, dan berbagai hasil hutan lainnya. Dengan pengelolaan yang tepat, hutan bisa menopang dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan negara.
Kementerian Kehutanan telah mengidentifikasi sekitar 20 juta hektare hutan yang berpotensi menjadi cadangan air, energi, dan pangan nasional. Ini adalah aset yang sangat berharga jika dikelola dengan baik.
Pemanfaatan hutan secara berkelanjutan, melalui agroforestri dan konservasi lanskap hutan, adalah kunci untuk memastikan ketahanan dan produktivitas jangka panjang. Kita bisa memanfaatkan lahan-lahan terdegradasi yang kualitas ekologisnya sudah rusak untuk ditanami kembali dengan pohon-pohon yang bermanfaat.
Pendekatan ini memandang air, energi, dan pangan sebagai tiga sumber daya yang saling terkait dan harus dikelola secara terpadu. Dengan begitu, kita bisa meningkatkan sinergi, mengurangi potensi konflik, dan menjamin keberlanjutan sistem hutan secara keseluruhan.
Presiden memberikan arahan yang jelas bahwa hutan harus berfungsi sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan. Ini adalah komitmen yang harus kita pegang teguh.
Bagaimana Cara Memanfaatkan Hutan Tanpa Merusaknya?
Kritik yang sering muncul adalah apakah pemanfaatan hutan tidak akan merusak lingkungan? Tentu saja tidak jika dilakukan dengan benar. Kita tidak sedang berbicara tentang menggunduli dan merusak hutan.
Alih fungsi lahan terdegradasi untuk pertanian atau pengembangan biofuel seperti pohon aren bisa mengurangi tekanan terhadap hutan alami dan mencegah deforestasi lebih lanjut. Kawasan yang dimanfaatkan bukanlah hutan primer atau kawasan konservasi yang dilindungi, melainkan lahan-lahan yang sudah rusak dan tidak berfungsi optimal.
Kita bisa menanami kembali lahan-lahan rusak dengan pohon-pohon yang tidak hanya menyerap karbon, tapi juga menghasilkan produk pangan, energi, komoditas non-kayu, serta memulihkan fungsi hutan sebagai cadangan air. Dengan kata lain, hutan bisa menjadi sumber daya multifungsi yang menunjang kedaulatan air, energi, dan pangan tanpa mengorbankan kelestarian ekologisnya.
Untuk ketahanan air, pendekatan agroforestri dalam hutan cadangan tidak akan mengganggu siklus hidrologi, justru dapat memperkuatnya. Penanaman vegetasi produktif dan endemik dapat memperbaiki tangkapan air dan mengurangi risiko banjir serta kekeringan.
Apa Saja Langkah Konkret yang Sudah Dilakukan?
Pemerintah memberikan perhatian besar untuk melakukan tindakan restoratif terhadap hutan dan lahan yang tidak produktif. Upaya ini dapat memperkuat dan memperluas potensi hutan sebagai cadangan air, energi, dan pangan nasional secara partisipatif dan inklusif.
Evaluasi menyeluruh terhadap Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang macet dan tidak produktif juga dilakukan. Izin-izin yang tidak sesuai dicabut, dan diberikan kepada pihak yang benar-benar siap bekerja dan mengelola hutan dengan baik.
Sebagai contoh, dari sebagian kecil hutan cadangan saja, kita bisa mewujudkan swasembada pangan. Hitung-hitungan menunjukkan bahwa lahan seluas itu mampu menghasilkan hingga 3,5 juta ton beras per tahun, jumlah yang setara dengan seluruh impor beras Indonesia pada 2023.
Di sektor energi, pengembangan bioetanol dari pohon aren menjadi langkah besar. Tanaman ini bisa tumbuh di hutan, tidak bersaing dengan lahan pertanian, dan tiap hektarenya mampu menghasilkan 24 ribu liter bioetanol per tahun. Jika kita tanam 1,5 juta hektare aren, kita dapat memproduksi 24 juta kiloliter bioetanol yang cukup untuk menggantikan 26 juta kiloliter impor BBM.
Kita membuka ruang bagi petani dan masyarakat adat untuk menjadi pelaku utama dalam pengelolaan hutan melalui mekanisme perhutanan sosial. Ini adalah wajah kehutanan yang tidak elitis, partisipatif, inklusif, dan berpihak pada rakyat.
Dengan upaya ini, potensi 20 juta hektare hutan sebagai cadangan pangan, energi, dan air merupakan langkah strategis yang berpijak pada kepentingan nasional dan sekaligus menjawab tantangan krisis global. Pembangunan tidak boleh berhenti, tetapi harus berpijak pada bumi dan rakyat.
Kita membutuhkan jalan tengah yaitu menjaga hutan tetap lestari dan produktif, sekaligus mengisinya dengan nilai produktif dan membawa nilai tambah. Hutan adalah penjaga kedaulatan dan ketahanan kita dalam menghadapi ancaman krisis pangan, energi, dan air. Ketiganya adalah fondasi kemandirian bangsa di era krisis iklim dan geopolitik global.