Kabar terbaru datang dari penyelidikan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri terkait dugaan ijazah palsu yang menyeret nama Presiden Joko Widodo. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan mendalam, polisi akhirnya mengumumkan hasil investigasi mereka.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menjelaskan bahwa penyelidikan ini dilakukan setelah adanya laporan dari masyarakat yang diwakili oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Laporan tersebut menuding adanya tindak pidana terkait ijazah Presiden Jokowi.
Untuk menindaklanjuti laporan tersebut, tim penyidik bergerak cepat dengan mendatangi berbagai lokasi penting.
Apa Saja Lokasi yang Didatangi Penyidik?
Penyidik melakukan penelusuran di 13 lokasi berbeda, termasuk rektorat UGM, Fakultas Kehutanan UGM, perpustakaan dan arsip UGM, perpustakaan Fakultas Kehutanan UGM, Percetakan Perdana, SMAN 6 Surakarta, KPU Surakarta, KPU DKI, Kementerian Dikti Saintek, Kementerian Dikdasmen, serta Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah. Dari lokasi-lokasi tersebut, penyidik berhasil mengumpulkan sejumlah dokumen penting.
Selain mengumpulkan dokumen, penyidik juga memeriksa sejumlah saksi. Total ada 32 saksi yang dimintai keterangan, termasuk pelapor, pihak dari lingkungan UGM, alumni Fakultas Kehutanan UGM, guru besar dari Undip Semarang, pihak dari SMAN 6 Surakarta, rekan-rekan Presiden Jokowi semasa SMA, pihak eksternal, dan bahkan Presiden Jokowi sendiri.
Salah satu langkah krusial dalam penyelidikan ini adalah uji laboratorium forensik terhadap dokumen-dokumen yang diperoleh. Uji ini dilakukan untuk membandingkan ijazah asli Presiden Jokowi dengan dokumen pembanding dari rekan-rekannya semasa kuliah di Fakultas Kehutanan UGM.
Bagaimana Hasil Uji Laboratorium Forensik?
Hasil uji laboratorium forensik menunjukkan bahwa ijazah asli Presiden Jokowi identik dengan dokumen pembanding. Pengaman kertas, teknik cetak, tinta tulisan tangan, cap stempel, dan tinta tanda tangan milik dekan dan rektor dari peneliti tersebut maka antara bukti dan pembanding adalah identik atau berasal dari satu produk yang sama, ujar Brigjen Djuhandhani.
Dengan kata lain, tidak ditemukan perbedaan signifikan antara ijazah Presiden Jokowi dengan dokumen pembanding. Hal ini mengindikasikan bahwa ijazah tersebut sah dan dikeluarkan oleh pihak yang berwenang.
Berdasarkan hasil penyelidikan yang komprehensif, Bareskrim Polri menyimpulkan bahwa tidak ada unsur pidana dalam kasus dugaan ijazah palsu ini. Oleh karena itu, penyelidikan dihentikan.
Kenapa Penyelidikan Dihentikan?
Hasil penyelidikan ini telah dilaksanakan gelar perkara untuk memberikan kepastian hukum dengan hasil tak ditemukan adanya tindak pidana, tegas Brigjen Djuhandhani. Ia menambahkan bahwa penyelidikan dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbuatan pidana sesuai dengan laporan yang diajukan. Karena tidak ditemukan adanya tindak pidana, maka penyelidikan dihentikan.
Meskipun laporan dugaan ijazah palsu ini sempat menjadi perhatian publik, hasil penyelidikan Bareskrim Polri telah memberikan kepastian hukum. Dengan dihentikannya penyelidikan, diharapkan isu ini tidak lagi menjadi polemik dan masyarakat dapat fokus pada isu-isu yang lebih penting.
Kasus ini bermula dari aduan masyarakat yang diwakili oleh TPUA. Namun, dalam perkembangannya, TPUA sendiri diketahui belum terdaftar di Administrasi Hukum Umum (AHU). Selain itu, Eggi Sudjana sebagai perwakilan TPUA juga tidak hadir saat diundang ke Bareskrim untuk memberikan keterangan.
Penyelidikan kasus ini melibatkan berbagai pasal yang diadukan, termasuk pemalsuan, pemalsuan akta autentik, dan pelanggaran terhadap Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Namun, setelah melalui proses penyelidikan yang mendalam, semua tuduhan tersebut tidak terbukti.
Dengan demikian, kasus dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi resmi ditutup. Kepolisian telah menjalankan tugasnya secara profesional dan transparan, sehingga masyarakat dapat mempercayai hasil penyelidikan yang telah dilakukan.