Kejaksaan Agung (Kejagung) baru saja mengumumkan penetapan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penyalahgunaan dana kredit yang melibatkan PT Sritex, sebuah perusahaan tekstil ternama. Kasus ini bermula dari kecurigaan atas laporan keuangan Sritex yang menunjukkan lonjakan kerugian signifikan dalam waktu singkat.
Selain Iwan Setiawan Lukminto, yang menjabat sebagai Komisaris Utama PT Sritex, dua mantan petinggi bank BUMN juga ikut terseret dalam kasus ini. Mereka adalah Zainuddin Mappa, yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama Bank DKI pada tahun 2020, dan Dicky Syahbandinata, mantan pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB.
Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, Zainuddin Mappa dan Dicky Syahbandinata diduga kuat telah memberikan kredit kepada Sritex secara melawan hukum. Hal ini dilakukan dengan tidak melakukan analisis yang memadai serta mengabaikan prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh bank.
Kenapa Bank Mau Memberikan Kredit Padahal Sritex Rugi Besar?
Kejanggalan utama dalam kasus ini adalah pemberian kredit kepada Sritex di tengah kondisi keuangan perusahaan yang memburuk. Pada tahun 2021, Sritex dilaporkan mengalami kerugian sebesar USD 1,08 miliar atau setara dengan Rp 15,65 triliun. Padahal, setahun sebelumnya, perusahaan ini masih mencatatkan keuntungan sebesar USD 85,32 juta atau sekitar Rp 1,24 triliun.
Qohar menjelaskan bahwa pemberian kredit ini bertentangan dengan standard operating procedure (SOP) bank serta Undang-Undang Perbankan. Salah satu pelanggaran yang ditemukan adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja. Hasil penilaian dari lembaga pemeringkat menunjukkan bahwa Sritex hanya memperoleh predikat BB min, yang mengindikasikan risiko gagal bayar yang lebih tinggi. Seharusnya, pemberian kredit tanpa jaminan hanya diberikan kepada perusahaan dengan peringkat A.
Total pinjaman yang diberikan oleh Bank DKI kepada Sritex mencapai Rp 149 miliar, sementara Bank BJB memberikan kredit sebesar Rp 543 miliar. Akibat penyalahgunaan dana kredit ini, negara diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp 692 miliar.
Apa Sanksi yang Menanti Para Tersangka?
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal-pasal ini mengatur tentang tindak pidana korupsi yang dapat merugikan keuangan negara.
Kasus ini bermula ketika jaksa mencurigai adanya kejanggalan dalam laporan keuangan tahunan Sritex. Kerugian besar yang dialami perusahaan pada tahun 2021 mendorong Iwan Setiawan Lukminto, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama, untuk mengajukan pinjaman ke bank. Bank BJB dan Bank DKI menjadi dua di antara sejumlah bank yang memberikan kredit kepada Sritex.
Bagaimana Nasib Kredit Macet Sritex Sekarang?
Singkat cerita, Sritex mengalami kesulitan dalam membayar kredit tersebut, hingga akhirnya menyisakan tunggakan sebesar Rp 3,5 triliun pada Oktober 2024. Kejagung mencatat bahwa puluhan bank, baik bank BUMN maupun swasta, telah memberikan dana kredit kepada Sritex.
Kejaksaan Agung terus mendalami kasus ini untuk mengungkap semua pihak yang terlibat dan memastikan bahwa kerugian negara dapat dipulihkan. Kasus ini menjadi pengingat penting bagi lembaga keuangan untuk selalu berpegang pada prinsip kehati-hatian dan menjalankan prosedur yang ketat dalam memberikan kredit.
Berikut daftar tersangka dalam kasus ini:
- Iwan Setiawan Lukminto (Komisaris Utama PT Sritex)
- Zainuddin Mappa (Mantan Direktur Utama Bank DKI)
- Dicky Syahbandinata (Mantan Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB)