Lima Fakta Korupsi PDNS, Dirjen Jadi Tersangka

Kasus dugaan korupsi di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) tahun 2020-2024 akhirnya menemui titik terang. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) berhasil membongkar praktik yang merugikan negara ini, menyeret beberapa nama penting sebagai tersangka.

Kasus ini bermula dari Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE). Perpres ini mengamanatkan pembentukan Pusat Data Nasional (PDN) sebagai wadah pengelolaan data terintegrasi yang mandiri, menjadi tulang punggung infrastruktur SPBE nasional. Namun, alih-alih mewujudkan PDN sesuai amanat, Kominfo justru membentuk PDNS dengan nomenklatur yang berbeda dalam DIPA Tahun 2020, yaitu Penyediaan Jasa Layanan Komputasi Awan 2020. Hal ini dinilai tidak sesuai dengan tujuan awal Perpres.

Beberapa nama yang terseret dalam kasus ini antara lain Semuel Abrizani Pangerapan (SAP), yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kominfo periode 2016-2024. Kemudian, ada Nova Zanda (NZ), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang/jasa dan Pengelolaan PDNS Kominfo tahun 2020-2024. Selain itu, Bambang Dwi Anggono (BDA), Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kemenkominfo periode 2019-2023, juga turut menjadi tersangka.

Kenapa PDNS Dibentuk, Bukan PDN Sesuai Perpres?

Pertanyaan ini menjadi sorotan utama dalam kasus ini. Mengapa Kominfo tidak langsung membentuk PDN sesuai amanat Perpres, melainkan memilih jalur PDNS dengan nomenklatur yang berbeda? Diduga, ada upaya pengkondisian pelaksanaan kegiatan PDNS untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Para tersangka diduga sengaja menggunakan barang yang tidak sesuai spesifikasi agar bisa meraup keuntungan lebih besar.

Dalam pelaksanaannya, perusahaan pelaksana justru mensubkontrakkan pekerjaan kepada perusahaan lain. Ironisnya, barang yang digunakan untuk layanan tersebut tidak memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik korupsi yang terstruktur dan sistematis.

Kejari Jakpus juga menemukan indikasi pengondisian pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta, yaitu PT Aplikanusa Lintasarta (AL). Tujuannya jelas, agar para pihak mendapatkan keuntungan dan kickback melalui suap di antara pejabat Kominfo dengan pihak pelaksana kegiatan.

Bagaimana Modus Korupsi PDNS Ini Dilakukan?

Modus yang digunakan dalam kasus ini terbilang klasik, namun efektif untuk merugikan negara. Para tersangka diduga melakukan pemufakatan jahat untuk mengkondisikan pelaksanaan kegiatan PDNS. Mereka sengaja menggunakan barang yang tidak sesuai spesifikasi, mensubkontrakkan pekerjaan kepada perusahaan lain, dan mengondisikan pemenang kontrak agar bisa mendapatkan keuntungan pribadi.

Praktik suap dan kickback juga menjadi bagian dari modus operandi dalam kasus ini. Pejabat Kominfo diduga menerima suap dari pihak pelaksana kegiatan sebagai imbalan atas pengondisian pemenang kontrak. Hal ini menunjukkan adanya kerjasama yang erat antara pejabat pemerintah dan pihak swasta untuk merugikan keuangan negara.

Apa Dampak Korupsi PDNS Bagi Masyarakat?

Korupsi PDNS ini memiliki dampak yang sangat luas bagi masyarakat. Pertama, pembangunan infrastruktur SPBE nasional menjadi terhambat. PDN yang seharusnya menjadi tulang punggung pengelolaan data terintegrasi tidak terwujud sesuai rencana. Akibatnya, pelayanan publik berbasis elektronik menjadi kurang optimal.

Kedua, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menjadi menurun. Kasus korupsi ini menunjukkan bahwa masih ada oknum pejabat yang memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Hal ini tentu saja merusak citra pemerintah dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.

Ketiga, kerugian keuangan negara akibat korupsi ini sangat besar. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun infrastruktur SPBE yang berkualitas justru diselewengkan oleh para tersangka. Akibatnya, pembangunan nasional menjadi terhambat dan masyarakat yang dirugikan.

Penggeledahan telah dilakukan di beberapa lokasi, termasuk kantor Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), PT Pinang Alif Teknologi, dan apartemen di Jakarta Pusat. Langkah ini menunjukkan keseriusan Kejari Jakpus dalam mengungkap tuntas kasus korupsi PDNS ini.

Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama pemerintah, untuk lebih berhati-hati dalam mengelola keuangan negara. Pengawasan yang ketat dan transparansi dalam setiap proses pengadaan barang/jasa sangat penting untuk mencegah terjadinya korupsi. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku korupsi juga menjadi kunci untuk memberikan efek jera dan mencegah praktik serupa di masa depan.

More From Author

Prospek Lulusan TKJ di Era Digital: Apa Masih Relevan?

Prospek Lulusan TKJ di Era Digital: Apa Masih Relevan?

Kenapa Pendidikan Karakter Penting Banget di Sekolah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *