Duka mendalam menyelimuti sebuah keluarga di Lampung. Seorang mahasiswa bernama Pratama Wijaya Kusuma, yang baru saja menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (Unila), jurusan bisnis digital angkatan 2024, meninggal dunia setelah mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) organisasi mahasiswa pecinta alam (Mapala) di kampusnya. Kabar ini sontak membuat ibunda Pratama, Wirnawani, terpukul dan mencari keadilan atas kepergian putranya.
Wirnawani, dengan suara bergetar, menceritakan kondisi memprihatinkan yang dialami putranya selama mengikuti Diksar tersebut. Ia mengungkapkan bahwa Pratama diduga mengalami kekerasan fisik, termasuk pukulan dan tendangan yang mengenai kepala, dada, dan bagian tubuh lainnya. Bahkan, salah satu kuku kaki Pratama sampai terlepas. Kemudian salah satu kuku kakinya ini lepas, ujarnya usai membuat laporan di Polda Lampung.
Kuasa hukum keluarga korban, Icen Amsterly, juga telah melaporkan kasus ini ke Polda Lampung. Laporan ini bertujuan untuk mengungkap secara jelas dan transparan penyebab kematian Pratama. Keluarga berharap pihak kepolisian dapat mengusut tuntas kasus ini dan membawa pelaku yang bertanggung jawab ke pengadilan.
Apa Saja Kejanggalan dalam Proses Diksar Mapala Ini?
Kematian Pratama menimbulkan banyak pertanyaan terkait standar operasional prosedur (SOP) dan pengawasan dalam kegiatan Diksar Mapala. Apakah kegiatan tersebut telah memenuhi standar keselamatan yang memadai? Apakah ada unsur kelalaian atau bahkan kesengajaan yang menyebabkan terjadinya kekerasan fisik terhadap peserta? Pertanyaan-pertanyaan ini mendesak untuk dijawab agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu keprihatinan akan praktik kekerasan dalam kegiatan orientasi atau pelatihan di lingkungan kampus. Banyak pihak yang menyerukan agar pihak universitas dan organisasi kemahasiswaan lebih ketat dalam mengawasi dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang berpotensi membahayakan keselamatan mahasiswa.
Selain kasus ini, detikcom juga memiliki program penghargaan yang bekerja sama dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk mencari jaksa-jaksa berprestasi di seluruh Indonesia. Ada juga program penghargaan bersama Polri untuk memberikan apresiasi kepada polisi-polisi teladan. Kisah-kisah inspiratif para kandidat polisi teladan ini dapat dibaca di detikcom.
Bagaimana Tanggapan Pihak Universitas Terhadap Kejadian Ini?
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak Universitas Lampung terkait kasus kematian Pratama. Publik menantikan penjelasan dari pihak universitas mengenai kronologi kejadian, langkah-langkah yang telah diambil, dan komitmen untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Transparansi dan akuntabilitas dari pihak universitas sangat penting untuk memulihkan kepercayaan publik dan memberikan keadilan bagi keluarga korban.
Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak, terutama penyelenggara kegiatan orientasi atau pelatihan, untuk mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan peserta. Kekerasan dalam bentuk apapun tidak dapat dibenarkan dan harus ditindak tegas. Pendidikan dan pembinaan karakter harus dilakukan dengan cara-cara yang positif dan konstruktif, bukan dengan kekerasan dan intimidasi.
Apa Langkah Hukum Selanjutnya yang Akan Ditempuh Keluarga Korban?
Setelah melaporkan kasus ini ke Polda Lampung, keluarga korban akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas. Mereka berharap pihak kepolisian dapat segera melakukan penyelidikan dan penyidikan secara profesional dan transparan. Keluarga juga akan berkoordinasi dengan kuasa hukum untuk mempersiapkan langkah-langkah hukum lainnya, termasuk kemungkinan mengajukan gugatan perdata untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang dialami.
Kasus kematian Pratama Wijaya Kusuma ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak. Semoga keadilan dapat ditegakkan dan kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan. Mari kita bersama-sama menciptakan lingkungan kampus yang aman, nyaman, dan kondusif bagi perkembangan potensi mahasiswa.