Kasus dugaan perundungan (bullying) yang menimpa seorang dokter yang sedang menempuh pendidikan spesialis (PPDS) Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang memasuki babak baru. Salah seorang senior yang diduga terlibat dalam perundungan tersebut, Zara Yupita Azra, memberikan kesaksiannya di Pengadilan Negeri Semarang.
Dalam kesaksiannya, Zara membantah tuduhan telah melakukan perundungan terhadap juniornya, dr. Aulia Risma. Namun, ia mengakui adanya sistem senioritas yang ketat di program studi tersebut. Sistem ini, menurutnya, menciptakan tekanan yang besar bagi para mahasiswa, terutama mereka yang berada di tingkatan yang lebih tinggi.
Ibu dari dr. Aulia, Nusmawun Malinah, sebelumnya telah memberikan kesaksian yang memberatkan Zara. Ia mengungkapkan bahwa anaknya seringkali mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari seniornya tersebut. Perlakuan tersebut, menurut Nusmawun, berdampak buruk pada kondisi psikologis anaknya.
Kenapa Sistem Senioritas Masih Kuat di Dunia Pendidikan Kedokteran?
Zara menjelaskan bahwa sistem senioritas di PPDS Anestesi Undip membagi mahasiswa ke dalam beberapa tingkatan, mulai dari mahasiswa baru hingga mahasiswa yang hampir menyelesaikan pendidikan. Setiap tingkatan memiliki sebutan dan tugas masing-masing. Mahasiswa tingkat satu dijuluki ‘kuntul’, mahasiswa tingkat dua disebut ‘kakak pembimbing’ atau ‘kambing’, dan seterusnya hingga ‘dewan suro’ untuk mahasiswa tingkat akhir.
Menurut Zara, dirinya hanya menjalankan tugas sebagai ‘kambing’, yaitu menguji dan memberikan hukuman kepada juniornya jika melakukan kesalahan. Hukuman yang diberikan, menurutnya, hanya berupa berdiri sebentar. Ia membantah telah melakukan tindakan perundungan yang lebih berat.
âSemua kalimat yang keluar karena saya berada dalam tekanan,â ujar Zara di persidangan, mengindikasikan bahwa tekanan dari sistem senioritas memengaruhi tindakannya.
Apakah Tekanan Sistem Bisa Jadi Alasan Pembenar Perundungan?
Kasus ini menyoroti kembali masalah sistem senioritas yang masih mengakar di dunia pendidikan, khususnya di bidang kedokteran. Sistem ini seringkali dianggap sebagai cara untuk mendisiplinkan dan mempersiapkan mahasiswa menghadapi dunia kerja yang keras. Namun, di sisi lain, sistem ini juga berpotensi memicu tindakan perundungan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Pihak universitas dan rumah sakit tempat para mahasiswa PPDS menjalani pendidikan diharapkan dapat mengambil tindakan tegas untuk mencegah terjadinya perundungan. Sistem senioritas yang ada perlu dievaluasi dan direformasi agar tidak menjadi ajang penyalahgunaan kekuasaan. Perlu ada mekanisme pengawasan dan pelaporan yang efektif agar korban perundungan berani melapor dan mendapatkan perlindungan.
Bagaimana Cara Melindungi Diri dari Perundungan di Lingkungan Kerja atau Pendidikan?
Kasus ini masih terus bergulir di pengadilan. Masyarakat menantikan putusan yang adil dan dapat memberikan efek jera bagi pelaku perundungan. Diharapkan, kasus ini dapat menjadi momentum untuk membersihkan dunia pendidikan dari praktik-praktik perundungan dan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi semua mahasiswa.
Selain kasus ini, detikcom juga bekerja sama dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) dan Polri untuk memberikan penghargaan kepada jaksa dan polisi teladan di seluruh Indonesia. Penghargaan ini bertujuan untuk mengapresiasi kinerja para penegak hukum yang berdedikasi dan berprestasi dalam menjalankan tugasnya.