Kebijakan cukai rokok yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir ternyata memunculkan efek samping yang tak terduga. Kenaikan yang agresif, rata-rata 10% sejak 2022, awalnya bertujuan mulia: mengurangi konsumsi rokok di masyarakat dan menambah pundi-pundi pendapatan negara.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Produksi rokok terus merosot, dan penerimaan negara dari sektor ini pun ikut tertekan. Fenomena ini memunculkan kembali perdebatan tentang Kurva Laffer, sebuah teori ekonomi yang menjelaskan hubungan antara tarif pajak dan penerimaan negara.
Kurva Laffer, yang dipopulerkan oleh ekonom asal Amerika Serikat, Arthur Laffer, menggambarkan bahwa kenaikan tarif pajak yang terlalu tinggi justru bisa kontraproduktif. Alih-alih meningkatkan penerimaan negara, tarif yang ekstrem justru bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya menurunkan pendapatan negara.
Apakah Kenaikan Cukai Rokok Benar-Benar Efektif Mengurangi Konsumsi?
Data menunjukkan bahwa kenaikan cukai rokok memang berdampak pada penurunan produksi. Pada 2022, dengan kenaikan tarif 12%, produksi rokok mencapai 323,9 miliar batang dengan penerimaan Rp218,3 triliun. Namun, pada 2023, setelah kenaikan tarif 10%, produksi turun menjadi 318,1 miliar batang, dan penerimaan pun ikut menyusut menjadi Rp213,5 triliun. Tren penurunan ini berlanjut di 2024, di mana produksi kembali turun menjadi 317,4 miliar batang, sementara penerimaan hanya naik tipis menjadi Rp216,9 triliun, meskipun tarif tetap naik 10%.
Penurunan produksi ini mengindikasikan bahwa kenaikan cukai rokok memang berhasil menekan produksi. Namun, apakah penurunan produksi ini otomatis berarti penurunan konsumsi? Sayangnya, tidak sepenuhnya. Kenaikan harga rokok legal akibat cukai yang tinggi justru memicu peredaran rokok ilegal yang semakin marak.
Rokok ilegal, yang harganya jauh lebih murah karena tidak dikenakan cukai, menjadi alternatif bagi konsumen yang ingin tetap merokok tanpa harus mengeluarkan banyak uang. Akibatnya, konsumsi rokok secara keseluruhan mungkin tidak berkurang signifikan, sementara penerimaan negara justru dirugikan karena kehilangan potensi pendapatan dari cukai.
Kenapa Kenaikan Cukai Rokok Justru Menekan Penerimaan Negara?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan cukai rokok justru menekan penerimaan negara. Pertama, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, adalah maraknya peredaran rokok ilegal. Kedua, kenaikan harga rokok legal akibat cukai yang tinggi bisa menurunkan daya beli masyarakat. Ketika harga rokok semakin mahal, sebagian perokok mungkin akan mengurangi konsumsi mereka, atau bahkan berhenti merokok sama sekali.
Penurunan konsumsi ini tentu saja akan berdampak pada penurunan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan penerimaan negara dari sektor cukai rokok. Selain itu, kenaikan cukai rokok juga bisa berdampak negatif pada industri rokok secara keseluruhan. Perusahaan rokok mungkin akan mengurangi produksi mereka, atau bahkan menutup pabrik mereka, yang akan menyebabkan hilangnya lapangan kerja dan penurunan investasi.
Menurut Badiul, seorang pengamat ekonomi, pemerintah perlu lebih hati-hati dalam menerapkan kebijakan cukai rokok, terutama dalam kondisi ekonomi yang sedang lesu dan daya beli masyarakat yang rendah. Tarif cukai yang terlalu tinggi bisa melemahkan ekonomi, karena akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat dan investasi.
Lalu, Bagaimana Seharusnya Pemerintah Menyikapi Cukai Rokok?
Pemerintah perlu melakukan evaluasi yang mendalam terhadap kebijakan cukai rokok yang ada saat ini. Evaluasi ini harus didasarkan pada data industri dan elastisitas permintaan, sehingga pemerintah bisa menentukan titik optimal tarif cukai tembakau. Titik optimal ini adalah tarif cukai yang bisa memaksimalkan penerimaan negara tanpa harus mengorbankan pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal. Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku peredaran rokok ilegal akan membantu mengurangi praktik ilegal ini, sehingga penerimaan negara dari sektor cukai rokok bisa meningkat.
Penting bagi pemerintah untuk menyeimbangkan antara tujuan untuk mengurangi konsumsi rokok dan meningkatkan penerimaan negara. Kebijakan cukai rokok yang efektif adalah kebijakan yang bisa mencapai kedua tujuan ini tanpa harus menimbulkan efek samping yang negatif terhadap ekonomi dan masyarakat.