Kebijakan cukai yang seimbang itu penting, lho! Jangan sampai malah bikin orang beralih ke produk ilegal yang nggak bayar pajak. Ini bisa jadi bumerang buat penerimaan negara kita sendiri.
Ketua Komisi XI DPR RI, M. Misbakhun, menekankan pentingnya kebijakan fiskal yang ramah sama dompet masyarakat. Kalau daya beli masyarakat kuat, kontribusi ke penerimaan negara juga bakal stabil. Jangan sampai tarif cukai yang kelewat tinggi malah bikin daya beli turun, terutama buat masyarakat menengah ke bawah.
Misbakhun menambahkan, kalau kebijakan cukai cuma fokus ke target tahunan tanpa lihat kondisi ekonomi dan sosial masyarakat, bisa-bisa penerimaan cukai malah jeblok. Komisi XI DPR RI berencana memanggil Menteri Keuangan, Dirjen Bea Cukai, dan jajaran Kemenkeu buat membahas strategi penerimaan dari sektor hasil tembakau di RAPBN 2026.
Kenapa Kebijakan Cukai Harus Memperhatikan Daya Beli Masyarakat?
Kebijakan cukai yang bijak itu kayak main layangan. Tarik ulur benangnya harus pas. Kalau terlalu kencang (tarif terlalu tinggi), layangannya bisa putus (daya beli masyarakat turun). Kalau terlalu kendur (tarif terlalu rendah), layangannya nggak bisa terbang tinggi (penerimaan negara kurang optimal).
Data dari Asosiasi Industri Rokok menunjukkan bahwa sebagian besar produksi rokok di Indonesia dikuasai oleh perusahaan besar. Sementara, pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) cuma dapat remah-remahnya. Konsumen rokok murah juga kebanyakan dari kalangan berpenghasilan UMR atau bahkan di bawahnya.
Misbakhun juga mewanti-wanti soal potensi dominasi perusahaan besar kalau kebijakan cukai cuma menguntungkan mereka yang punya modal gede dan pakai teknologi canggih. Ini bisa mematikan usaha kecil dan menengah yang notabene menyerap banyak tenaga kerja.
Apa Dampaknya Jika Kebijakan Cukai Tidak Berpihak pada UKM?
Bayangkan sebuah pasar tradisional. Kalau semua pedagang kecil digusur dan diganti sama supermarket besar, apa yang terjadi? Pasti banyak orang kehilangan mata pencaharian. Begitu juga dengan industri rokok. Kalau UKM mati, lapangan kerja hilang, dan ekonomi masyarakat kecil bisa terpuruk.
Kebijakan cukai yang ideal itu harus adil dan berkelanjutan. Adil dalam arti tidak memberatkan masyarakat kecil dan UKM. Berkelanjutan dalam arti bisa menjaga penerimaan negara dalam jangka panjang tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai aspek sebelum menetapkan tarif cukai. Jangan cuma lihat angka-angka di atas kertas, tapi juga lihat dampaknya di lapangan. Libatkan semua pihak terkait, termasuk pelaku industri, konsumen, dan akademisi, dalam proses perumusan kebijakan.
Bagaimana Cara Menyeimbangkan Penerimaan Negara dan Kesejahteraan Masyarakat Melalui Kebijakan Cukai?
Ini pertanyaan sejuta umat! Jawabannya nggak sesederhana membalikkan telapak tangan. Perlu strategi yang komprehensif dan melibatkan banyak pihak. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan tarif cukai yang progresif. Artinya, tarifnya berbeda-beda tergantung jenis produk, volume produksi, dan skala usaha.
Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal. Rokok ilegal ini merugikan negara karena tidak membayar pajak. Dana hasil cukai juga bisa dialokasikan untuk program-program kesehatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Intinya, kebijakan cukai itu harus jadi solusi, bukan masalah baru. Kebijakan yang baik adalah kebijakan yang bisa menyeimbangkan antara penerimaan negara, kesejahteraan masyarakat, dan keberlangsungan industri.
Semoga informasi ini bermanfaat dan menambah wawasan kita semua tentang pentingnya kebijakan cukai yang bijak.