Isu perubahan Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta) di sebuah universitas pertanian terkemuka menjadi sekolah teknik telah memicu diskusi hangat di kalangan tokoh penting yang memiliki hubungan erat dengan fakultas tersebut. Perubahan ini dianggap krusial karena menyangkut isu pangan, gizi, energi, dan lingkungan, terutama dalam menyongsong Indonesia Emas 2045.
Profesor Aman Wirakartakusumah, dalam sebuah forum akademik, menekankan bahwa Fateta bukan sekadar fakultas teknik biasa. Menurutnya, Fateta adalah pusat keilmuan multidisiplin yang memiliki peran vital dalam seluruh rantai sistem pangan nasional. Beliau menambahkan, akan terasa janggal jika universitas pertanian tersebut tidak memiliki Fateta.
Senada dengan hal tersebut, Profesor Florentinus Gregorius Winarno, seorang tokoh pendiri dan mantan dekan Fateta, menyampaikan keprihatinan sekaligus harapan terkait arah yang akan diambil oleh fakultas yang pernah ia bangun. Beliau mengingatkan bahwa Fateta adalah tempat di mana banyak insan dididik dan dibesarkan, bukan sekadar struktur akademik yang bisa diubah tanpa mempertimbangkan nilai historis dan fungsinya.
Mengapa Perubahan Fateta Menjadi Polemik?
Wacana perubahan Fateta menjadi sekolah teknik merupakan bagian dari rencana strategis universitas untuk memperkuat identitas keilmuan. Namun, banyak pihak menilai bahwa perubahan ini harus tetap mempertahankan nilai-nilai dasar Fateta sebagai pusat unggulan teknologi pangan dan pertanian tropika. Kekhawatiran muncul bahwa perubahan ini justru akan mereduksi peran strategis yang telah dibangun Fateta selama lebih dari enam dekade.
Profesor Aman menjelaskan bahwa terdapat ketidakselarasan antara domain teknik dan domain teknologi dalam hal epistemologi dan rumahnya. Beliau menekankan pentingnya teknologi dalam sektor pertanian, dari hulu hingga hilir. Dulu, pihaknya bahkan mendirikan banyak sekolah menengah kejuruan (SMK) pembangunan pertanian yang kini menjadi SMK.
Apakah Perubahan Ini Akan Memperlemah Ilmu di Fateta?
Dekan Fateta, Profesor Slamet Budijanto, menanggapi berbagai kritik terkait transformasi Fateta menjadi sekolah teknik. Beliau meyakinkan bahwa ilmu di Fateta justru akan diperkuat, bukan diperlemah. Beliau juga menegaskan bahwa rumah Fateta masih ada, meskipun ada perubahan struktur.
Profesor Aman menambahkan bahwa Fateta dibangun bukan hanya untuk menghasilkan insinyur, tetapi juga untuk mencetak pemimpin pertanian global. Beliau mengungkapkan bahwa dulu, ia membangun dosen-dosen berkelas dunia, namun sayangnya, semangat kolaborasi tersebut kini mulai memudar.
Bagaimana Nasib Kontribusi Fateta ke Depannya?
Dengan rekam jejak yang mendunia dan kontribusinya terhadap sistem pangan nasional, banyak pihak berharap agar transformasi Fateta justru memperkuat posisinya. Perubahan ini diharapkan tidak hanya fokus pada aspek teknik, tetapi juga tetap memperhatikan aspek teknologi pangan dan pertanian yang menjadi ciri khas Fateta selama ini.
Perubahan ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali peran strategis Fateta dalam pembangunan pertanian dan pangan di Indonesia. Diharapkan, perubahan ini dapat membawa Fateta menjadi lebih baik dan berkontribusi lebih besar bagi kemajuan bangsa.
Penting untuk dicatat bahwa sektor pertanian memerlukan teknologi yang kuat dari hulu hingga hilir. Universitas pertanian tersebut, sebagai institusi yang fokus pada pertanian dan pengembangan teknologi, memiliki peran krusial dalam mendukung sektor ini. Oleh karena itu, perubahan apapun yang terjadi di Fateta harus mempertimbangkan dampaknya terhadap sistem pangan nasional secara keseluruhan.