Nadiem Bantah Pengadaan Chromebook Langgar Aturan Resmi

Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) tahun 2019-2023 terus bergulir. Kejaksaan Agung (Kejagung) telah meningkatkan status penanganan perkara ini ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Dana yang diduga diselewengkan mencapai angka fantastis, hampir Rp10 triliun.

Mantan Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim, membantah bahwa program pengadaan laptop Chromebook di masa jabatannya menyalahi kajian. Ia menegaskan bahwa program tersebut berbeda dengan uji coba yang dilakukan oleh pejabat sebelumnya, terutama dalam hal target sasaran.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penyidik telah melakukan penggeledahan dan penyitaan terkait kasus ini. Dua lokasi yang menjadi sasaran adalah Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra World 2. Selain itu, penyidik juga menyita dokumen dan barang bukti elektronik dari kediaman dua Stafsus Nadiem Makarim.

Kenapa Pengadaan Chromebook Dianggap Bermasalah?

Menurut Harli, pada tahun 2019 lalu, sebenarnya sudah ada uji coba penerapan 1.000 unit Chromebook untuk pengembangan digitalisasi pendidikan. Namun, hasilnya dinilai tidak efektif. Salah satu alasannya adalah karena koneksi internet di Indonesia belum merata, terutama di daerah-daerah terpencil. Hal ini menimbulkan dugaan adanya persekongkolan dalam pengadaan tersebut.

Nadiem sendiri menjelaskan bahwa program pengadaan 1,1 juta laptop di masa jabatannya tidak ditujukan untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), berbeda dengan uji coba sebelumnya. Programnya lebih difokuskan pada sekolah-sekolah yang memiliki akses internet. Untuk daerah 3T, Kemendikbud Ristek menerapkan program Awan Penggerak, yang bertujuan membantu sekolah-sekolah di sana mendapatkan koneksi internet.

Kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris, menambahkan bahwa salah satu unsur melawan hukum yang dipaparkan Kejagung adalah dugaan mengubah kajian agar pengadaan laptop Chromebook tetap dilaksanakan. Padahal, ada narasi yang menyebutkan bahwa Chromebook tidak cocok untuk diaplikasikan di sekolah.

Bagaimana Nasib Anggaran Rp10 Triliun?

Anggaran yang digelontorkan untuk program digitalisasi pendidikan ini sangat besar, mencapai Rp9,9 triliun lebih. Dana tersebut terdiri dari Rp3,582 triliun untuk pendanaan di satuan pendidikan dan sekitar Rp6,399 triliun melalui Dana Alokasi Khusus (DAK). Kejagung akan mendalami dan mengkaji ke mana saja dana tersebut mengalir.

Harli menjelaskan bahwa penyidik akan memilah perkembangan penanganan perkara di instansi lainnya. Jika ada kasus yang sudah sampai tahap penuntutan atau persidangan, maka akan dipisahkan. Namun, jika belum, maka akan didalami lebih lanjut, terutama terkait aliran dana yang hampir mencapai Rp10 triliun tersebut.

Apa Perbedaan Program Chromebook Dulu dan Sekarang?

Nadiem menegaskan bahwa uji coba Chromebook yang terjadi sebelum masa kementeriannya berbeda dengan program pengadaan yang ia lakukan. Uji coba sebelumnya dilakukan di daerah 3T, sementara programnya ditujukan untuk sekolah-sekolah yang memiliki akses internet. Ia juga menekankan bahwa Kemendikbud Ristek membuat kajian yang komprehensif, namun targetnya bukan daerah 3T.

Ternyata itu dua kajian yang berbeda. Kalau kajian yang pertama itu adalah untuk daerah 3T, yaitu daerah ketinggalan. Sementara, proyek pengadaannya malah tetap dilakukan kemudian, ujar Nadiem.

Kasus ini masih terus bergulir dan menarik perhatian publik. Masyarakat berharap agar kasus ini dapat segera diselesaikan dan para pelaku yang terlibat dapat dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.

More From Author

Idul Adha Sepi Kurban: Nestapa di Negeri Antah Berantah

Menaker Ungkap Isi Penting dari Konferensi Perburuhan Internasional

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *