Perang dagang global terus memanas, dan di tengah pusaran itu, China memegang kartu as yang membuat banyak negara was-was: logam tanah jarang. Material ini, yang krusial untuk berbagai industri mulai dari mobil listrik hingga persenjataan canggih, menjadi senjata ampuh dalam negosiasi perdagangan.
China, sebagai negara besar yang bertanggung jawab, mengklaim tetap terbuka untuk dialog dan telah menyetujui beberapa permohonan ekspor. Namun, langkah-langkah pembatasan ekspor yang diambil baru-baru ini telah mengirimkan gelombang kejutan ke seluruh dunia.
Logam tanah jarang memang menjadi sorotan utama dalam pembicaraan antara Beijing dan Washington. Menteri Perdagangan AS bahkan optimis bahwa masalah ini pada akhirnya akan terselesaikan. Tapi, apakah semudah itu?
Mengapa Logam Tanah Jarang Begitu Penting?
Logam tanah jarang bukan sekadar bahan mentah biasa. Mereka adalah elemen kunci dalam pembuatan berbagai produk modern, termasuk:
Bayangkan sebuah jet tempur F-35. Ternyata, pesawat canggih ini mengandung lebih dari 400 kilogram logam tanah jarang! Tanpa pasokan yang stabil, produksi berbagai barang penting bisa terhenti.
Pengalaman masa lalu menunjukkan betapa sulitnya mengurangi ketergantungan pada China. Jepang pernah merasakan dampaknya ketika Beijing menghentikan ekspor logam tanah jarang setelah insiden kapal nelayan pada tahun 2010. Meskipun Jepang berusaha mencari sumber alternatif, hasilnya tidak signifikan.
Seberapa Besar Dominasi China dalam Pasar Logam Tanah Jarang?
Saat ini, China menguasai sekitar 92% output logam tanah jarang yang telah dimurnikan di dunia. Angka ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh China dalam rantai pasokan global. Negara lain, termasuk Amerika Serikat, sangat bergantung pada pasokan dari China.
Sejak awal April, China mewajibkan eksportir logam tanah jarang untuk mengajukan lisensi ekspor bagi tujuh jenis elemen penting dan magnet terkait. Akibatnya, pasokan ke luar negeri melambat, dan dampaknya mulai terasa di berbagai industri.
Salah satu contohnya adalah Ford, raksasa otomotif AS, yang terpaksa menghentikan sementara produksi SUV Explorer akibat gangguan pasokan. Ini adalah bukti nyata betapa rentannya rantai pasokan global terhadap kebijakan China.
Apa yang Bisa Dilakukan untuk Mengurangi Ketergantungan pada China?
Amerika Serikat sedang berupaya mengembangkan rantai pasokan dalam negeri penuh untuk logam tanah jarang pada tahun 2027 melalui strategi mine-to-magnet. Namun, tantangannya tidak hanya soal investasi dan teknologi, tetapi juga soal keberuntungan geologis.
Konsentrasi logam tanah jarang yang bisa ditambang jauh lebih langka dibandingkan komoditas mineral lain, sehingga ekstraksi menjadi lebih mahal. Selain itu, membangun kapasitas penambangan dan pemrosesan membutuhkan waktu dan investasi yang besar.
Itu contoh yang baik betapa sulitnya mengurangi ketergantungan pada China, kata seorang pakar. Selama China tetap memegang kendali hampir penuh atas rantai pasokan global, posisi Beijing dalam negosiasi kemungkinan tetap lebih unggul.
Namun, upaya untuk mencari sumber alternatif dan mengembangkan teknologi daur ulang logam tanah jarang terus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara dan menciptakan rantai pasokan yang lebih aman dan berkelanjutan.
Perang dagang memang penuh dengan ketidakpastian, tetapi satu hal yang pasti: logam tanah jarang akan terus menjadi isu penting dalam percaturan ekonomi global. Negara-negara di seluruh dunia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengamankan pasokan material vital ini dan mengurangi risiko ketergantungan yang berlebihan.