Indonesia kembali menunjukkan taringnya di panggung internasional dalam Konferensi Perburuhan Internasional (ILC) ke-113 yang diadakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli dengan bangga menyampaikan bahwa Indonesia dinilai konsisten dalam menerapkan konvensi dan rekomendasi ILO yang telah diratifikasi. Ini adalah bukti nyata bahwa pemerintah terus berupaya memperbaiki sistem ketenagakerjaan secara menyeluruh.
Menurut Yassierli, pemerintah akan terus memperkuat kebijakan ketenagakerjaan yang berlandaskan prinsip kerja layak, perlindungan, dan keadilan sosial. Kebijakan ini akan menjangkau seluruh pekerja, termasuk mereka yang bekerja di sektor informal dan digital. Indonesia juga aktif mendorong terciptanya standar ketenagakerjaan global yang adil, adaptif, dan berkelanjutan.
Selama ILC ke-113, Yassierli menyampaikan posisi nasional Indonesia yang menekankan tiga pilar utama pembangunan ketenagakerjaan: penciptaan lapangan kerja (jobs), pemajuan, dan perlindungan hak-hak pekerja (rights), serta peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif (growth). Keterlibatan delegasi tripartit yang terdiri dari unsur pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha menjadi salah satu kekuatan diplomasi ketenagakerjaan Indonesia tahun ini.
Mengapa Indonesia dianggap penting dalam forum ketenagakerjaan internasional?
Yassierli menjelaskan bahwa ILC tahun ini membahas dua standar ketenagakerjaan internasional yang sangat penting. Pertama, Konvensi dan Rekomendasi tentang Perlindungan dari Bahaya Biologis di Tempat Kerja yang telah disahkan. Instrumen ini bertujuan memperkuat perlindungan pekerja dari risiko paparan virus, bakteri, dan zat berbahaya lainnya di lingkungan kerja. Perlindungan terhadap risiko biologis bukan hanya soal keselamatan dan kesehatan kerja (K3), tetapi juga menjadi faktor penting dalam menjaga keberlangsungan usaha dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja secara berkelanjutan.
Kedua, isu pembentukan Konvensi tentang Kerja Layak dalam Ekonomi Platform yang akan difinalisasi dalam ILC ke-114 pada tahun 2026. Konvensi ini dirancang untuk memberikan perlindungan hukum dan sosial kepada pekerja digital seperti pengemudi ojek online, kurir aplikasi, hingga pekerja lepas (freelancer) berbasis platform digital. Mereka tidak bisa lagi dianggap sebagai pekerja informal tanpa perlindungan. Kita harus hadir untuk mereka melalui regulasi yang menjamin hak, keselamatan, dan kesehatan kerja, serta jaminan sosial.
Bagaimana Indonesia berkontribusi dalam merumuskan kebijakan global?
Dalam forum Committee on the Application of Standards (CAN), Indonesia juga tidak termasuk dalam daftar negara yang dibahas karena pelanggaran ketenagakerjaan. ILC tahun ini mencetak sejarah dan yang terpenting Indonesia hadir tidak hanya sebagai peserta, tetapi sebagai penggerak dalam merumuskan masa depan ketenagakerjaan global. Indonesia menyatakan dukungan penuh terhadap instrumen ini dan akan mendorong integrasi prinsip-prinsipnya ke dalam kebijakan ketenagakerjaan nasional.
Yassierli juga turut serta dalam sejumlah pertemuan bilateral dan regional, antara lain pertemuan dengan Direktur Jenderal ILO, Wakil Menteri Tenaga Kerja Amerika Serikat, serta Pertemuan Tingkat Menteri Ketenagakerjaan ASEAN dan Asia-Pasifik. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut, Indonesia secara aktif mendorong agenda kerja layak, pemanfaatan teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI), serta peningkatan representasi negara-negara Asia-Pasifik dalam sistem multilateral.
Apa langkah selanjutnya setelah konferensi ini?
Menutup rangkaian kegiatan, Yassierli menegaskan bahwa seluruh hasil ILC-113 akan ditindaklanjuti melalui penguatan kebijakan nasional yang dibangun melalui kolaborasi tripartit serta menyasar langsung peningkatan kesejahteraan pekerja, daya saing angkatan kerja Indonesia, dan keberlangsungan usaha nasional. Upaya ini diwujudkan melalui berbagai program strategis seperti transformasi Balai Latihan Kerja (BLK), program pemagangan, pengembangan pekerjaan hijau dan digital, serta perluasan jaminan sosial termasuk Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Selama pelaksanaan ILC-113, delegasi Indonesia menunjukkan partisipasi aktif dan substansial tidak hanya dalam sidang pleno dan komite-komite teknis, tetapi juga dalam berbagai side events dan forum bilateral. Yassierli mengucapkan terima kasih kepada seluruh delegasi Indonesia baik dari serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang telah mengikuti ILC ini. Kami membawa kebijakan nasional ke panggung dunia, kata Yassierli.
Penutupan konferensi ini dipimpin oleh Direktur Jenderal ILO, Gilbert F. Hadir juga dalam penutupan ILC ke-113, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indah Anggoro Putri dan Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3, Fahrurozi.