Pajak Ringan: Jurus Jitu Dongkrak Ekonomi Berkembang

Ekonom terkenal, Arthur Laffer, baru-baru ini memberikan pandangannya mengenai kebijakan fiskal yang ideal untuk negara berkembang seperti Indonesia. Dalam sebuah wawancara, Laffer menekankan bahwa kunci menuju kemakmuran bukanlah dengan membebani masyarakat dengan pajak yang tinggi, melainkan dengan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi.

Laffer, yang dikenal sebagai pencetus Kurva Laffer, menjelaskan bahwa tarif pajak yang terlalu tinggi justru dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, ketika pajak terlalu tinggi, masyarakat cenderung mencari cara untuk menghindari pajak, yang pada akhirnya dapat mengurangi penerimaan negara secara keseluruhan.

Mengapa Pajak Tinggi Bisa Jadi Bumerang Bagi Negara?

Laffer berpendapat bahwa menaikkan tarif pajak secara ekstrem tidak selalu berarti pendapatan negara akan meningkat. Sebaliknya, hal itu dapat mengalihkan fokus pelaku usaha dari aktivitas produktif ke strategi penghindaran pajak. Ketika tarif pajak semakin tinggi, ketidakpatuhan menjadi semakin menguntungkan, ujarnya. Mereka berhenti menjalankan usahanya dan justru lebih fokus pada urusan pajak ketimbang kegiatan bisnis yang seharusnya mereka lakukan.

Pernyataan Laffer ini relevan dengan wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia. Meskipun ada rencana kenaikan PPN menjadi 12%, pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tersebut hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah, sementara kebutuhan pokok tetap dikenakan PPN 11%. Langkah ini sejalan dengan pandangan Laffer bahwa pemerintah perlu berhati-hati agar tidak membebani masyarakat dengan pajak yang tinggi.

Bagaimana Seharusnya Pemerintah Mengelola Keuangan Negara?

Laffer menyarankan agar negara berkembang seperti Indonesia mengadopsi pendekatan fiskal yang ringan namun efektif. Pemerintah sebaiknya tidak terlalu mendominasi pasar, melainkan menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan sektor swasta. Pemerintah sebaiknya berperan kecil, mengenakan pajak yang ringan, dan regulasi yang juga ringan. Itulah jalan menuju kemakmuran, ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya menjaga kepercayaan publik dan memastikan agar pemerintah tidak menjadi hambatan dalam proses pembangunan ekonomi. Perlu memastikan para produsen, pelaku industri, wirausaha, dan investor bisa fokus pada pertumbuhan, bukan pada pajak, tambahnya.

Apa Dampak Kurva Laffer Bagi Indonesia?

Laffer meyakini bahwa efek Kurva Laffer jauh lebih kuat di Indonesia dibandingkan di negara-negara maju. Hal ini disebabkan karena Indonesia memiliki potensi pertumbuhan ekonomi yang besar, namun juga rentan terhadap kebijakan fiskal yang kurang tepat. Oleh karena itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam menentukan tarif pajak dan memastikan bahwa kebijakan fiskal yang diambil dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dengan kata lain, Laffer menyarankan agar pemerintah Indonesia fokus pada menciptakan iklim investasi yang menarik, mengurangi birokrasi, dan memberikan insentif bagi pelaku usaha. Dengan demikian, diharapkan sektor swasta dapat tumbuh dan berkembang, yang pada akhirnya akan meningkatkan penerimaan negara secara keseluruhan.

Secara keseluruhan, pandangan Arthur Laffer memberikan wawasan berharga bagi para pembuat kebijakan di Indonesia. Dengan mengadopsi pendekatan fiskal yang bijaksana, Indonesia dapat mencapai kemakmuran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

More From Author

Menteri LH: Daerah Bisa Disanksi Kalau Abaikan Sampah

Kadis Bandarlampung Tegaskan Sekolah Dilarang Tahan Ijazah Siswa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *