Perseteruan mengenai kepemilikan empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara akhirnya menemui titik terang. Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung untuk menyelesaikan masalah yang sudah berlarut-larut ini. Kabarnya, keputusan final akan diumumkan dalam waktu dekat.
Polemik ini bermula dari pengajuan perubahan nama pulau oleh Pemerintah Provinsi Aceh pada tahun 2009. Namun, belakangan muncul klaim dari Sumatera Utara yang juga merasa memiliki hak atas pulau-pulau tersebut. Hal ini memicu perdebatan panjang dan serangkaian pertemuan koordinasi yang difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo telah berkomunikasi dengan DPR terkait masalah ini. Setelah mempertimbangkan berbagai aspek, Presiden Prabowo memutuskan untuk mengambil alih penanganan sengketa ini dan menjanjikan solusi terbaik bagi kedua provinsi.
Kenapa Empat Pulau Ini Jadi Rebutan?
Empat pulau yang menjadi sumber perselisihan ini adalah Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Menurut Kemendagri, pada tahun 2009, tim nasional pembakuan rupabumi menemukan 213 pulau di wilayah Sumatera Utara, termasuk keempat pulau tersebut. Hal ini dikonfirmasi oleh Gubernur Sumatera Utara melalui surat resmi pada tahun yang sama.
Namun, Pemerintah Provinsi Aceh bersikeras bahwa pulau-pulau tersebut seharusnya masuk dalam wilayah administratif mereka. Mereka terus berjuang untuk meninjau ulang keputusan yang dianggap merugikan Aceh. Proses ini sudah berlangsung sejak lama, bahkan sebelum Gubernur Aceh saat ini, Muzakir Manaf, menjabat.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menjelaskan bahwa pihaknya telah berupaya keras untuk memperjuangkan hak Aceh atas keempat pulau tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan, termasuk rapat koordinasi dan survei lapangan yang difasilitasi oleh Kemendagri.
Apa Dampak Sengketa Pulau Ini Bagi Masyarakat Setempat?
Sengketa kepemilikan pulau ini tentu berdampak pada masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah tersebut. Ketidakpastian hukum dapat menghambat pembangunan dan investasi di pulau-pulau tersebut. Selain itu, sengketa ini juga berpotensi memicu konflik sosial antara masyarakat Aceh dan Sumatera Utara.
Oleh karena itu, penyelesaian yang adil dan bijaksana sangat penting untuk menjaga stabilitas dan kerukunan antar kedua provinsi. Keputusan Presiden Prabowo diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan membuka jalan bagi pembangunan yang berkelanjutan di wilayah tersebut.
Bagaimana Kemendagri Menyikapi Polemik Ini?
Kemendagri sendiri tampaknya mendukung klaim Sumatera Utara. Hal ini tercermin dari Keputusan Mendagri yang terbit pada 25 April 2025. Keputusan ini didasarkan pada hasil verifikasi dan konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara pada tahun 2009.
Namun, Kemendagri juga mengakui bahwa Pemerintah Provinsi Aceh terus berupaya untuk meninjau ulang keputusan tersebut. Oleh karena itu, Kemendagri terus berupaya memfasilitasi dialog dan mencari solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak.
Kita tunggu saja pengumuman resmi dari Presiden Prabowo. Semoga keputusan yang diambil dapat memberikan keadilan bagi semua pihak dan membawa kedamaian serta kemajuan bagi Aceh dan Sumatera Utara.
Artikel ini akan terus diperbarui seiring dengan perkembangan informasi terbaru.