Belajar Seni dan Budaya Bantu Lestarikan Jati Diri Bangsa

Dunia pendidikan kembali menjadi sorotan. Kali ini, isu yang mencuat adalah dugaan praktik pungutan liar (pungli) di sebuah Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) di Pasar Kemis. Seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan keresahannya terkait adanya pungutan bulanan sebesar Rp 10.000 per siswa.

Menurut pengakuan wali murid tersebut, uang hasil pungutan itu digunakan pihak sekolah untuk membeli berbagai perlengkapan, mulai dari alat kebersihan, jam dinding, hingga gorden. Padahal, seharusnya kebutuhan-kebutuhan tersebut bisa dicukupi melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dialokasikan pemerintah.

Wali murid tersebut juga menyoroti kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana BOS. Seharusnya, pihak sekolah memasang laporan penggunaan dana BOS di papan pengumuman (mading) agar bisa diakses oleh seluruh warga sekolah. Namun, menurutnya, pihak sekolah beralasan bahwa mading yang sudah dibuat seringkali rusak.

Dana BOS Seharusnya untuk Apa Saja?

Dana BOS memang dirancang untuk membantu sekolah memenuhi kebutuhan operasionalnya. Secara garis besar, dana ini bisa digunakan untuk:

  • Membiayai kegiatan belajar mengajar
  • Membeli buku dan alat tulis
  • Memelihara sarana dan prasarana sekolah
  • Membayar honor guru honorer
  • Mendukung kegiatan ekstrakurikuler
  • Dengan adanya dana BOS, seharusnya sekolah tidak perlu lagi memungut biaya dari siswa atau wali murid untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2012 secara tegas melarang sekolah dasar dan menengah yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk melakukan pungutan biaya pendidikan.

    Pelanggaran terhadap aturan ini bisa berakibat pada sanksi disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terlibat, bahkan hingga hukuman pidana.

    Apa Kata Pihak Sekolah?

    Menanggapi tuduhan tersebut, Kepala Sekolah SMPN 6 Pasar Kemis, Suyanti, membantah adanya praktik pungli di sekolah yang dipimpinnya. Ia menegaskan bahwa tidak ada pungutan sepeser pun yang dibebankan kepada siswa.

    Terkait transparansi dana BOS, pihak sekolah berdalih bahwa mading yang dipasang di luar ruangan seringkali rusak, sehingga laporan penggunaan dana BOS tidak bisa diakses dengan mudah oleh warga sekolah.

    Lalu, Bagaimana Nasib Wali Murid yang Merasa Dirugikan?

    Kisah ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana nasib wali murid yang merasa dirugikan dengan adanya dugaan pungli ini? Di satu sisi, mereka khawatir jika protes secara terbuka, siswa yang merupakan anak mereka akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan di sekolah. Di sisi lain, mereka merasa keberatan dengan adanya pungutan yang seharusnya tidak perlu terjadi.

    Kasus dugaan pungli ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana pendidikan. Pemerintah dan pihak sekolah harus bekerja sama untuk memastikan bahwa dana BOS benar-benar digunakan untuk kepentingan siswa dan kemajuan pendidikan, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

    Selain itu, perlu adanya mekanisme pengawasan yang efektif untuk mencegah terjadinya praktik pungli di sekolah-sekolah. Wali murid juga harus berani melaporkan jika menemukan adanya indikasi pungli, tanpa perlu merasa takut atau khawatir akan mendapatkan intimidasi.

    Pendidikan yang berkualitas adalah hak setiap anak bangsa. Jangan sampai praktik pungli menghalangi mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

    More From Author

    Menteri LH: Daerah Bisa Disanksi Kalau Abaikan Sampah

    Semua Materi Matematika Kelas 1 Semester 2 Kurikulum Merdeka

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *