Pendidikan tinggi seharusnya menjadi hak semua warga negara, bukan barang mewah yang hanya bisa dinikmati segelintir orang. Di Indonesia, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) punya peran krusial dalam mewujudkan cita-cita ini. Idealnya, PTN didirikan untuk kepentingan publik, sehingga biaya operasionalnya ditanggung oleh negara. Dengan begitu, mahasiswa tidak perlu terbebani dengan biaya pendidikan yang mahal.
Namun, kenyataan yang terjadi seringkali jauh panggang dari api. Banyak PTN yang justru terkesan seperti badan usaha, berlomba-lomba mencari keuntungan. Salah satu dampaknya adalah kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang semakin membebani mahasiswa dan keluarga mereka. Komersialisasi pendidikan tinggi menjadi salah satu faktor utama pemicu kenaikan UKT ini.
Kenapa UKT di PTN Semakin Mahal?
Pertanyaan ini seringkali muncul di benak mahasiswa dan orang tua. Ada beberapa faktor yang menyebabkan UKT di PTN terus merangkak naik. Pertama, anggaran dari pemerintah untuk PTN seringkali tidak mencukupi untuk menutupi seluruh biaya operasional. Akibatnya, PTN terpaksa mencari sumber pendanaan lain, salah satunya dengan menaikkan UKT.
Kedua, status PTN Badan Hukum (PTN-BH) memberikan otonomi yang lebih besar kepada PTN untuk mengelola keuangan mereka sendiri. Meskipun tujuannya baik, yaitu meningkatkan efisiensi dan kualitas pendidikan, dalam praktiknya seringkali disalahgunakan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. PTN-BH jadi punya keleluasaan untuk menentukan tarif UKT tanpa banyak campur tangan dari pemerintah.
Ketiga, persaingan antar PTN untuk menjadi yang terbaik juga memicu kenaikan UKT. PTN berlomba-lomba meningkatkan fasilitas dan kualitas pendidikan mereka, yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya ini kemudian dibebankan kepada mahasiswa melalui UKT.
Apakah PTN Harus Gratis?
Ide pendidikan tinggi gratis memang terdengar sangat menarik. Jika PTN benar-benar didirikan untuk kepentingan publik, maka seharusnya pendidikan tinggi bisa diakses secara gratis atau setidaknya dengan biaya yang sangat rendah. Namun, mewujudkan hal ini tentu tidak mudah. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang sangat besar untuk menutupi seluruh biaya operasional PTN.
Selain itu, perlu ada mekanisme yang adil untuk memastikan bahwa pendidikan tinggi gratis ini benar-benar dinikmati oleh mereka yang membutuhkan. Jangan sampai subsidi dari pemerintah justru dinikmati oleh mahasiswa dari keluarga mampu.
Beberapa negara sudah menerapkan sistem pendidikan tinggi gratis atau dengan biaya yang sangat rendah. Contohnya adalah negara-negara di Skandinavia seperti Norwegia, Swedia, dan Denmark. Namun, perlu diingat bahwa negara-negara ini memiliki sistem perpajakan yang sangat tinggi dan budaya masyarakat yang sangat mendukung pendidikan.
Bagaimana Solusi Agar Pendidikan Tinggi Terjangkau?
Ada beberapa solusi yang bisa dipertimbangkan untuk membuat pendidikan tinggi lebih terjangkau bagi semua kalangan. Pertama, pemerintah perlu meningkatkan anggaran untuk PTN secara signifikan. Anggaran ini harus dialokasikan secara transparan dan akuntabel, serta diawasi dengan ketat agar tidak disalahgunakan.
Kedua, perlu ada regulasi yang lebih ketat terkait dengan penetapan UKT di PTN. Pemerintah perlu menetapkan standar yang jelas dan transparan, serta memastikan bahwa UKT yang ditetapkan tidak memberatkan mahasiswa dan keluarga mereka.
Ketiga, PTN perlu lebih kreatif dalam mencari sumber pendanaan lain selain UKT. Misalnya, dengan menjalin kerjasama dengan industri atau mengembangkan unit-unit bisnis yang menghasilkan pendapatan. Namun, perlu diingat bahwa tujuan utama PTN adalah memberikan pendidikan yang berkualitas, bukan mencari keuntungan semata.
Keempat, pemerintah perlu meningkatkan program beasiswa dan bantuan keuangan bagi mahasiswa yang kurang mampu. Program ini harus disosialisasikan secara luas dan proses seleksinya harus transparan dan adil.
Pendidikan tinggi adalah investasi masa depan bangsa. Jika pendidikan tinggi tidak terjangkau, maka akan semakin banyak anak muda yang tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi mereka. Hal ini tentu akan berdampak negatif bagi kemajuan bangsa.