Matematika dan Sains Bantu Anak Pahami Dunia Lebih Dalam

SDN Kota Batu 06 di Kabupaten Bogor menjadi sorotan setelah sejumlah orang tua murid mengeluhkan harga modul pembelajaran yang diduga diperjualbelikan di lingkungan sekolah. Keluhan ini muncul karena harga modul dianggap terlalu mahal, menimbulkan pertanyaan tentang transparansi dan praktik jual beli di lingkungan pendidikan.

Menurut pengakuan salah seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya, mereka membeli modul tersebut seharga Rp 16.000 per buku langsung dari wali kelas masing-masing. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya praktik jual beli yang melibatkan pihak sekolah dan komite sekolah.

Kenapa Harga Modul Bisa Mahal?

Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Sekolah, Diana, didampingi oleh Operator Sekolah, menjelaskan bahwa modul tersebut dibuat oleh para pengajar sebagai inovasi dalam pembelajaran. Biaya pembuatan master modul sendiri diklaim telah ditanggung oleh dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Namun, mereka mengaku tidak mengetahui secara pasti nominal harga jual modul tersebut.

Operator Sekolah menambahkan bahwa ia baru mengetahui harga jual modul tersebut dan merasa khawatir adanya oknum yang bermain dalam penetapan harga. Ia berpendapat, harga fotokopi per lembar yang seharusnya sekitar Rp 200 tidak mungkin membuat harga modul menjadi semahal itu.

Untuk mengklarifikasi informasi yang beredar, pihak sekolah mengumpulkan wali kelas dan ketua komite. Salah seorang wali kelas menjelaskan bahwa harga tersebut telah disepakati bersama antara sekolah, orang tua, dan komite. Ia juga menambahkan bahwa ada program subsidi silang bagi anak yatim dan kurang mampu, di mana modul dibagikan secara gratis. Wali kelas tersebut menegaskan tidak ada pemaksaan dalam pembelian modul ini, hanya diperuntukkan bagi yang mampu dan berminat.

Apakah Sekolah Boleh Menjual Buku ke Murid?

Kasus ini menyoroti kembali larangan praktik jual beli buku oleh pihak sekolah kepada murid. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 2 Tahun 2008 secara tegas melarang sekolah atau tenaga kependidikan menjual buku kepada murid. Larangan ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, serta Permendiknas No. 78 Tahun 2016 dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2017.

Ironisnya, masih ditemukan oknum di sekolah yang memanfaatkan penjualan buku pembelajaran untuk memperkaya diri sendiri dengan berbagai alasan, seperti penunjang kegiatan belajar mengajar atau referensi pengetahuan bagi siswa.

Bagaimana Pengawasan Sekolah Seharusnya Dilakukan?

Kasus di SDN Kota Batu 06 ini mengindikasikan adanya potensi lemahnya pengawasan dari kepala sekolah. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk mencerdaskan anak bangsa, justru diduga menjadi ajang bisnis untuk mencari keuntungan pribadi. Hal ini tentu sangat disayangkan dan perlu menjadi perhatian serius bagi pihak terkait.

Kepala sekolah yang baru menjabat selama tiga bulan mengaku tidak mengetahui adanya praktik jual beli di lingkungan sekolah. Hal ini semakin memperkuat dugaan kurangnya pengawasan dan kontrol terhadap kegiatan yang berlangsung di sekolah.

Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak terkait, terutama pihak sekolah, komite sekolah, dan dinas pendidikan, untuk lebih meningkatkan transparansi dan pengawasan dalam pengelolaan dana pendidikan dan kegiatan belajar mengajar. Tujuannya adalah untuk mencegah praktik-praktik yang merugikan siswa dan orang tua, serta memastikan pendidikan yang berkualitas dan terjangkau bagi semua anak bangsa.

More From Author

Menteri LH: Daerah Bisa Disanksi Kalau Abaikan Sampah

Semua Materi Matematika Kelas 1 Semester 2 Kurikulum Merdeka

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *