Kabar baik datang dari Nusa Tenggara Timur (NTT)! Sebuah konsorsium perguruan tinggi diluncurkan untuk mengatasi masalah kemiskinan ekstrem dan stunting, yang sayangnya masih menjadi tantangan besar di provinsi ini. NTT memiliki angka stunting tertinggi di Indonesia, yaitu 37,0%, sehingga upaya ini sangat penting.
Kenapa NTT Jadi Fokus Utama Penanganan Stunting?
NTT dipilih karena angka stunting yang tinggi. Konsorsium ini akan fokus pada tiga kabupaten/kota sebagai lokasi awal intervensi, yaitu Timor Tengah Selatan, Sumba Barat Daya, dan Manggarai Timur. Harapannya, dengan fokus di wilayah-wilayah ini, dampak positif bisa lebih cepat dirasakan.
Konsorsium ini melibatkan beberapa rektor dari universitas ternama, seperti Universitas Nusa Cendana, Universitas Brawijaya, Universitas Muhammadiyah Malang, dan Universitas Katolik Widya Mandira. Mereka akan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi untuk merancang aksi nyata.
Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof Fauzan Adziman, menjelaskan bahwa konsorsium ini akan fokus pada inovasi di berbagai bidang, termasuk:
- Inovasi kesehatan dan lingkungan, seperti penyediaan teknologi air bersih.
- Inovasi produksi dan pengolahan bahan pangan lokal bergizi.
- Inovasi dalam pendampingan dan edukasi gizi.
Bagaimana Perguruan Tinggi Berperan dalam Mengatasi Masalah Ini?
Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam memberikan ide dan gagasan untuk mengatasi masalah stunting dan kemiskinan. Mereka akan melakukan penelitian, mengembangkan teknologi, dan memberikan edukasi kepada masyarakat. Pembiayaan akan didukung oleh kementerian terkait, stakeholder, dan korporasi.
Selain itu, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN) juga menyelenggarakan Pelayanan KB Serentak Se-Indonesia. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaga keberlangsungan penggunaan kontrasepsi bagi pasangan usia subur (PUS) dan mendekatkan akses pelayanan KB, terutama di wilayah 3T (terpencil, terluar, terdepan).
Pelayanan KB serentak ini difokuskan pada Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), terutama di wilayah 3T. Pulau Rote dipilih sebagai lokasi Puncak Pelayanan KB Serentak karena menjadi simbol komitmen pemerintah untuk menjangkau seluruh masyarakat tanpa terkecuali.
Apa Target yang Ingin Dicapai dari Program Ini?
Secara nasional, hasil Pemutakhiran Pendataan Keluarga menunjukkan bahwa angka prevalensi kontrasepsi modern (mCPR) belum mencapai target. Selain itu, persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need) juga belum mencapai target. Program ini diharapkan dapat meningkatkan angka mCPR dan menurunkan angka unmet need.
Wakil Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, berharap kehadiran langsung Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr Wihaji, di Rote Ndao akan membuat beliau dapat melihat langsung situasi dan kondisi wilayah tersebut. Dengan begitu, program-program yang akan datang dapat lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan daerah.
Melkiades juga menekankan pentingnya merubah mindset masyarakat untuk menerapkan cara hidup sehat dan mengelola keuangan dengan baik. Dengan begitu, anak-anak dapat tumbuh lebih sehat, lebih cerdas, dan lebih kuat.
Konsorsium perguruan tinggi ini juga akan mengembangkan 13 platform digital terpadu dan inovasi model keberlanjutan berbasis Sistem Informasi Geografis (GIS) untuk penanggulangan kemiskinan dan penurunan stunting. Ini menunjukkan komitmen untuk memanfaatkan teknologi dalam mengatasi masalah sosial.
Semoga dengan kerja sama antara perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat, masalah stunting dan kemiskinan di NTT dapat segera teratasi.