Pemain Tarkam Jadi Korban Cedera Panjang dan Hukuman Komdis

Dunia sepak bola Indonesia memang unik. Di satu sisi, ada gemerlap liga profesional dengan segala ambisinya. Di sisi lain, masih subur tradisi tarkam, alias pertandingan antarkampung, yang punya daya tarik tersendiri bagi sebagian pemain.

Banyak pemain profesional yang diam-diam atau bahkan terang-terangan ikut serta dalam tarkam. Alasannya beragam. Ada yang tergiur dengan bayaran yang lumayan untuk sekali main. Ada juga yang beralasan tarkam bisa jadi ajang untuk menjaga kondisi fisik di luar jadwal kompetisi resmi.

Namun, ikut tarkam bukan tanpa risiko. Selain potensi cedera yang selalu mengintai, ada juga konsekuensi lain yang bisa menimpa pemain profesional jika ketahuan melanggar aturan.

Kenapa Pemain Profesional Masih Suka Ikut Tarkam?

Pertanyaan ini sering muncul di benak para penggemar sepak bola. Padahal, gaji pemain profesional di liga-liga Indonesia terbilang lumayan. Tapi, godaan tarkam ternyata masih sulit dihindari.

Salah satu alasannya adalah faktor ekonomi. Bayaran di tarkam, meski hanya untuk satu pertandingan, kadang bisa melebihi gaji bulanan di klub. Apalagi jika pemain tersebut sedang tidak terikat kontrak dengan klub mana pun.

Selain itu, tarkam juga menawarkan suasana yang berbeda. Bermain di depan penonton yang lebih dekat dan antusias, dengan atmosfer yang lebih santai, bisa jadi daya tarik tersendiri bagi sebagian pemain.

Namun, perlu diingat bahwa tarkam seringkali tidak memiliki standar keamanan dan medis yang memadai. Risiko cedera pun menjadi lebih tinggi dibandingkan bermain di kompetisi resmi.

Kisah tragis pernah menimpa Ilham Ramadhani, pemain muda yang bermain untuk Gresik United. Ia mengalami patah tulang kaki saat bermain tarkam di kampung halamannya. Kejadian ini menjadi pengingat betapa berbahayanya ikut serta dalam pertandingan yang tidak terorganisir dengan baik.

Apa Saja Risiko yang Mengintai Pemain Profesional di Tarkam?

Risiko cedera adalah yang paling utama. Lapangan yang kurang layak, tekel-tekel keras dari lawan, dan minimnya pengawasan medis bisa menjadi penyebabnya.

Selain cedera fisik, ada juga risiko sanksi dari PSSI jika pemain terbukti melanggar aturan. Misalnya, terlibat perkelahian atau bermain untuk tim yang tidak mendapatkan izin resmi.

Reputasi pemain juga bisa tercoreng jika performanya di tarkam buruk atau jika ia terlibat masalah di luar lapangan.

Berikut beberapa risiko yang mungkin terjadi:

  • Cedera serius
  • Sanksi dari PSSI
  • Kerusakan reputasi
  • Konflik dengan klub

Bagaimana Cara Menghindari Korban Tarkam di Sepak Bola Indonesia?

Perlu ada kesadaran dari para pemain profesional tentang risiko yang mengintai di tarkam. Klub juga perlu memberikan edukasi dan pembinaan yang lebih intensif kepada para pemainnya.

PSSI juga perlu lebih tegas dalam menegakkan aturan terkait keikutsertaan pemain profesional dalam tarkam. Sanksi yang lebih berat perlu diberikan kepada pemain yang terbukti melanggar.

Selain itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan kualitas tarkam itu sendiri. Misalnya, dengan menyediakan lapangan yang lebih layak, pengawasan medis yang memadai, dan aturan yang jelas.

Dengan begitu, tarkam bisa menjadi ajang yang positif bagi pengembangan sepak bola di akar rumput, tanpa harus mengorbankan karier pemain profesional.

Sepak bola Indonesia punya potensi besar. Mari kita jaga bersama agar tidak ada lagi pemain yang menjadi korban tarkam.

More From Author

Rekap Transfer Liga 1 2025/2026: Siapa Saja yang Pindah?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *