Bursa Efek Indonesia (BEI) menyaksikan semarak pencatatan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) oleh delapan perusahaan pada Juli 2025. Meskipun begitu, antrean calon perusahaan yang akan melakukan IPO semakin terbatas, dengan hanya empat perusahaan yang tersisa dalam pipeline untuk mencatatkan saham di BEI.
Baca Juga : Dara Arafah Murka, Data Pribadi Dibocorkan oleh Petugas Asuransi
Juli 2025: Delapan Perusahaan IPO Berturut-Turut
Pekan kedua Juli 2025 menjadi momen penting dengan adanya IPO dari sejumlah perusahaan. Pada Selasa, 8 Juli 2025, dua perusahaan angkutan laut, PT Pancaran Samudera Transport Tbk (PSAT), dan produsen kemasan produk PT Asia Pramulia Tbk (ASPR) resmi mencatatkan saham mereka di bursa. Keduanya berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp 300 miliar dari pelepasan saham tersebut.
Pada Rabu, 9 Juli 2025, PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) dan PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) juga mengikuti langkah serupa. Sementara itu, pada Kamis, 10 Juli 2025, empat perusahaan lain, yaitu PT Diastika Biotekindo Tbk (CHEK), PT Trimitra Trans Persada Tbk (BLOG), PT Merry Riana Edukasi Tbk (MERI), dan PT Prima Multi Usaha Indonesia Tbk (PMUI), juga akan melantai di BEI.
Antrean IPO Menyusut, Hanya Tersisa Empat Perusahaan
Meski delapan perusahaan melakukan IPO pada Juli 2025, antrean calon saham yang akan mencatatkan saham di bursa semakin menyusut. Per 10 Juli 2025, hanya tersisa empat perusahaan yang mengantre untuk melakukan IPO, jauh berkurang dari daftar atau pipeline IPO pada 20 Juni 2025 yang mencatatkan 14 perusahaan.
Menurut Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, ada tiga alasan mengapa sejumlah perusahaan yang sebelumnya berada dalam antrean tidak melanjutkan IPO mereka. Pertama, perusahaan-perusahaan tersebut sedang melakukan pembaruan laporan keuangan hingga Juni 2025. Kedua, ada perusahaan yang membutuhkan waktu lebih lama untuk memperbaiki data laporan keuangan. Ketiga, ada perusahaan yang tidak diterima oleh otoritas bursa.
Penghimpunan Dana Menurun di Pasar Modal
Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penghimpunan dana di pasar modal Indonesia pada semester pertama 2025 menunjukkan tren positif, meskipun jumlah IPO menurun. Per 30 Juni 2025, total dana yang dihimpun melalui penawaran umum tercatat Rp 142,62 triliun, lebih tinggi dari tahun lalu yang mencapai Rp 120 triliun. Namun, penawaran umum saham perdana yang tercatat pada periode ini hanya senilai Rp 6,69 triliun dari 14 perusahaan, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 9,5 triliun dari 25 perusahaan.
Pipeline Penawaran Umum di Pasar Modal Menyusut
OJK mencatat bahwa pipeline penawaran umum yang ada pada Juni 2025 hanya berjumlah 13 perusahaan, dengan nilai indikatif sekitar Rp 9,80 triliun. Enam di antaranya adalah rencana IPO saham senilai Rp 5,95 triliun, sementara tujuh sisanya merupakan rencana penerbitan efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) senilai Rp 9,80 triliun. Dibandingkan dengan tahun 2024, jumlah dan nilai rencana penawaran umum tahun ini jauh lebih kecil. Pada Juni 2024, terdapat 103 perusahaan dalam pipeline dengan perkiraan nilai sebesar Rp 30,02 triliun.
Volatilitas Pasar Saham Menghambat Aksi IPO
Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan volatilitas pasar saham, aksi IPO di pasar modal Indonesia cenderung terhambat. Laksono Widodo, Direktur Utama PT BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS), mengungkapkan bahwa investor institusi, seperti lembaga dana pensiun dan asuransi, lebih cenderung mengurangi portofolio investasi mereka. Pasar saham yang tidak stabil serta banyaknya alternatif investasi yang dianggap lebih aman, seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan Surat Repos Pemerintah Indonesia (SRBI), menjadi faktor yang memengaruhi minat investor terhadap IPO.
Baca Juga : Pengelolaan Konfigurasi: Rahasia Proyek Software Sukses Tanpa Drama
Kesimpulan: Tantangan dan Peluang di Pasar Modal Indonesia
Meskipun terdapat penurunan jumlah perusahaan yang melakukan IPO pada 2025, semarak pencatatan saham perdana dari sejumlah perusahaan besar di Juli memberikan harapan positif. Namun, tantangan terkait ketidakpastian ekonomi global dan volatilitas pasar saham tetap membayangi pasar modal Indonesia. Di tengah situasi ini, BEI dan OJK perlu mencari solusi untuk menjaga daya tarik pasar modal bagi perusahaan-perusahaan baru yang ingin mencatatkan saham mereka di bursa.
Penulis : Anggun novalia