Dugaan Korupsi Importasi Gula: Kegagalan Auditor Membuktikan Kerugian Keuangan Negara

Kasus dugaan korupsi dalam kegiatan impor gula yang melibatkan Menteri Perdagangan RI, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), terus menjadi sorotan publik. Pada 4 Juli 2025, jaksa menuntut Tom Lembong dengan hukuman tujuh tahun penjara atas tuduhan tindak pidana korupsi (tipikor) terkait importasi gula. Meskipun demikian, banyak yang menganggap tuntutan tersebut kontroversial karena tidak didukung bukti yang kuat dalam hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai cacat formil audit PKKN BPKP, kerugian keuangan negara yang tidak terbukti, dan peluang Tom Lembong untuk melakukan gugatan di PTUN terhadap hasil audit yang dianggap merugikan dirinya.

Baca juga : “Bom Pesan Offline Jack Dorsey”: Bitchat Meluncurkan Aplikasi Peer-to-Peer dengan Enkripsi End-to-End dan Tanpa Pelacakan untuk Privasi Total


Kegagalan Audit dalam Membuktikan Kerugian Negara

Pada 20 Januari 2025, BPKP mengeluarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) yang menjadi dasar tuntutan jaksa terhadap Tom Lembong. Namun, hasil audit tersebut tidak dapat membuktikan dua elemen pokok dalam pidana korupsi, yaitu kerugian keuangan negara dan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri.

  • Kerugian Keuangan Negara yang Tidak Nyata: Hasil audit yang menyatakan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp578,11 miliar tidak memiliki dasar yang kuat. Auditors menggunakan asumsi dan prediksi untuk menentukan kerugian, yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang menyatakan bahwa kerugian negara harus nyata dan pasti.
  • Kebijakan Kementerian Perdagangan: Perbuatan Tom Lembong terkait pemberian izin impor gula, yang dianggap sebagai kesalahan administrasi, tidak memiliki kausalitas langsung dengan kerugian negara. Implikasi peraturan impor gula yang diterapkan pada masa pemerintahannya masih dalam lingkup kebijakan yang sah.

Cacat Formil dan Material dalam Audit PKKN BPKP

Audit PKKN BPKP dalam kasus ini sangat dipertanyakan karena tidak memenuhi standar yang ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016. Beberapa masalah yang ditemukan dalam audit tersebut antara lain:

  • Independensi Auditor: Auditor BPKP tidak memiliki akses penuh untuk mengumpulkan bukti audit, dan malah membatasi diri hanya pada periode 2015-2016, meskipun masalah terkait impor gula juga terjadi di luar periode tersebut.
  • Objektivitas yang Terganggu: Audit BPKP terlalu mengandalkan pendapat ahli dan tidak mengevaluasi dengan cermat proses regulasi yang melibatkan impor gula pada saat itu. Hal ini mengarah pada kesimpulan yang tidak objektif mengenai kerugian negara.

Ketidakjelasan Kerugian Negara Berdasarkan Hasil Audit PKKN

Hasil audit yang menyatakan kerugian keuangan negara sebesar Rp578,11 miliar juga dipertanyakan karena tidak jelas apakah kelebihan pembayaran bea masuk dan PPN impor benar-benar merugikan negara. Misalnya:

  • Kekurangan Pembayaran Bea Masuk: Kerugian yang dihitung berdasarkan kekurangan pembayaran bea masuk tidak selalu menguntungkan importir. Bea masuk adalah komponen biaya produksi yang seharusnya tidak dijadikan patokan kerugian negara jika importir sudah membayar sesuai tarif yang berlaku.
  • Kekurangan PPN Impor: PPN yang dibayar oleh importir dalam proses impor gula kristal mentah (GKM) juga tidak dapat dianggap sebagai kerugian negara karena PPN tersebut berfungsi sebagai PPN masukan yang bisa dikreditkan kembali.

Peluang Tom Lembong Mengajukan Gugatan di PTUN

Melihat beratnya tuntutan yang dihadapi, Tom Lembong memiliki peluang untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap hasil audit BPKP yang dianggap merugikan dirinya. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2016, diatur bahwa keputusan aparat pengawasan intern pemerintah (APIP), seperti hasil audit BPKP, dapat menjadi objek gugatan di PTUN.

Tom Lembong dapat mengajukan gugatan administratif terhadap hasil audit PKKN BPKP, yang dijadikan dasar tuntutan pidana. Hal ini bisa memberikan peluang untuk mendapatkan keadilan jika keputusan PTUN mendukungnya.

Baca juga : Faculty of Engineering and Computer Science UTI Establishes Strategic Collaboration with STEI ITB


Kesimpulan: Hukum dan Keadilan yang Diharapkan

Kasus dugaan korupsi impor gula ini menunjukkan ketidakpastian dan kontroversi dalam penuntutan terhadap Tom Lembong. Hasil audit yang cacat formil dan material membuat kerugian keuangan negara sulit dibuktikan. Oleh karena itu, Tom Lembong memiliki kesempatan untuk mengajukan gugatan di PTUN agar keadilan dapat ditegakkan. Keputusan hakim di pengadilan yang menangani kasus ini diharapkan dapat mengedepankan keadilan yang objektif, tanpa terpengaruh oleh kepentingan lain.

Penulis : Eka sri indah lestary

More From Author

Melly Mike Tampil di Festival Pacu Jalur Riau 2025 Tanpa Bayaran, Ini Alasannya!

Anyone’s Legend advances in LoL Mid-Season Invitational bracket

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *