Pemerintah Kota Semarang Diwarnai Praktik Mutasi Berdasarkan Kepatuhan terhadap Pemimpin
Pemerintah Kota Semarang yang dipimpin oleh Hevearita G. Rahayu, yang dikenal dengan nama panggilan Mbak Ita, kembali menjadi sorotan publik setelah terungkapnya praktik mutasi jabatan yang terkait dengan pejabat yang vokal dalam mengkritik kebijakan. Salah satu pejabat yang menjadi korban mutasi adalah Yulia Adityorini, Kepala Bidang Pelayanan dan Penetapan Pajak Daerah di Bapenda Kota Semarang.
Pejabat Vokal Dimutasi: Fakta Sidang Korupsi Mbak Ita
Dalam sidang kasus korupsi yang melibatkan Mbak Ita di Pengadilan Tipikor, seorang pejabat Bapenda, Binawan Febriarto, mengungkapkan bahwa Yulia Adityorini dimutasi karena sering mengkritik kebijakan di rapat-rapat. Binawan mengungkapkan bahwa Yulia dipindah ke Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Semarang, yang menjadi lokasi baru kariernya.
“Bu Yulia dimutasi ke DPMPTSP,” ujar Binawan dalam keterangannya di pengadilan pada Rabu (9/7/2025).
Pengganti Pejabat yang Dimutasi: Terkait dengan Kerabat Mbak Ita?
Setelah mutasi tersebut, posisi Kepala Bidang Pelayanan dan Penetapan Pajak Daerah di Bapenda diisi oleh Idha Sulistyowati Ika Srinanda. Binawan menyatakan, setelah mengetahui lebih lanjut, Idha ternyata memiliki hubungan saudara dengan Mbak Ita.
“Mbak Idha yang menggantikan Bu Yulia, dan saya mengetahui bahwa beliau masih ada hubungan keluarga dengan Bu Ita,” kata Binawan.
Namun, Mbak Ita membantah klaim tersebut dan menegaskan tidak ada hubungan keluarga dengan Idha. Meskipun demikian, Binawan tetap meyakini pernyataan tersebut berdasarkan pengakuan dari Idha yang menyebutkan adanya hubungan saudara dengan Mbak Ita.
Ancaman dan Tekanan dari Suami Mbak Ita: Alwin Basri
Selain soal mutasi jabatan, sidang korupsi ini juga mengungkapkan adanya ancaman dari suami Mbak Ita, Alwin Basri. Binawan mengungkapkan bahwa Alwin Basri pernah mengancam akan mencopot pejabat yang tidak menuruti perintah mereka. Ketakutan tersebut membuat sejumlah pejabat di Bapenda menuruti permintaan Alwin dan Mbak Ita, termasuk dalam hal setoran rutin yang diambilkan dari uang iuran kebersamaan para pegawai Bapenda.
“Uang setoran rutin yang diserahkan kepada Mbak Ita mencapai Rp1,2 miliar antara 2022-2023. Sementara untuk Alwin Basri sebesar Rp1 miliar,” jelas Binawan.
Mbak Ita Mengaku Terima Uang, Tapi Tidak Meminta
Dalam proses persidangan, Mbak Ita tidak membantah bahwa ia menerima uang yang berasal dari iuran kebersamaan tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa ia tidak pernah meminta uang tersebut.
“Saya tegaskan, saya hanya menerima, bukan meminta,” ujar Mbak Ita.
Mbak Ita juga menyatakan bahwa ia telah mengembalikan uang yang sempat ia terima tersebut.
Mbak Ita Bantah Pengajuan Mutasi oleh Binawan
Di sisi lain, Mbak Ita juga mencoba membantah kesaksian Binawan terkait mutasi jabatan di Bapenda. Mbak Ita mengungkapkan bahwa Binawan dan Indiriyasari, Kepala Bapenda, pernah mengajukan nama-nama untuk dimutasi, namun ia menolak pengajuan tersebut karena tidak ada memo resmi terkait mutasi yang diajukan.
Baca juga: Universitas Teknokrat Indonesia: Mahathir Muhammad Lepas Atlet Karate Lampung Menuju SEA Games 2025
Kesimpulan: Praktik Mutasi Berdasarkan Kepatuhan dan Setoran Rutin di Pemerintahan Kota Semarang
Kasus yang terungkap dalam sidang ini menunjukkan adanya praktik mutasi jabatan berdasarkan kesetiaan dan kepatuhan kepada pemimpin. Tidak hanya itu, dugaan adanya setoran rutin yang melibatkan pejabat dan keluarga Mbak Ita juga menjadi sorotan publik, menambah panjang catatan kelam pemerintahan yang kini dipimpin oleh Mbak Ita di Kota Semarang.
Penulis : helen putri marsela