Nama mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, disebut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai figur sentral dalam dugaan kasus korupsi Program Digitalisasi Pendidikan. Kejagung menyoroti peran kunci Nadiem dalam proyek pengadaan laptop Chromebook yang menelan anggaran fantastis Rp 9,30 triliun.
Proyek yang bertujuan untuk modernisasi pendidikan ini justru berujung pada penyelidikan hukum setelah dinilai tidak berjalan optimal. Menurut Kejagung, Nadiem Makarim memiliki peran yang signifikan sejak awal perencanaan hingga eksekusi program.
Baca juga : Jadwal SCTV Rabu, 16 Juli 2025: Seharum Cinta Melati, Documentary: Petrus & Premanisme, dan Banyak Lagi
Rincian Peran Nadiem Makarim dari Perencanaan hingga Eksekusi
Kejaksaan Agung memaparkan serangkaian tindakan yang diduga dilakukan oleh Nadiem Makarim, yang menunjukkan perannya sebagai perencana utama dalam proyek pengadaan laptop ini.
1. Perencanaan Awal Sebelum Menjadi Menteri
Menurut Kejagung, inisiatif proyek ini sudah dimulai bahkan sebelum Nadiem Makarim resmi menjabat sebagai menteri. Ia diduga telah merancang penggunaan laptop dengan sistem operasi spesifik, yaitu Chrome OS, bersama seorang konsultan teknologi. Hal ini mengindikasikan bahwa pemilihan produk sudah ditentukan sejak awal.
2. Inisiasi dan Pertemuan dengan Pihak Google
Setelah dilantik, langkah Nadiem berlanjut dengan mengadakan pertemuan langsung dengan pihak Google. Agenda utamanya adalah membahas kelanjutan rencana pengadaan laptop Chromebook untuk mendukung program pendidikan di bawah naungan Kemendikbudristek.
3. Instruksi Langsung Penggunaan Chrome OS
Kejagung menyebutkan bahwa pada 6 Mei 2020, melalui sebuah rapat daring, Nadiem memberikan instruksi tegas kepada jajarannya. Perintah tersebut adalah untuk memastikan seluruh pengadaan alat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) pada tahun 2020 hingga 2022 wajib menggunakan laptop berbasis Chrome OS.
4. Penerbitan Regulasi sebagai Payung Hukum
Untuk melegitimasi proyek ini, Nadiem Makarim mengeluarkan Peraturan Mendikbudristek (Permendikbudristek) Nomor 5 Tahun 2021. Regulasi ini menjadi landasan hukum yang mengatur detail teknis pengadaan serta alokasi dana untuk jutaan unit Chromebook.
Anggaran Fantastis dan Hasil yang Tidak Optimal
Salah satu sorotan utama dalam kasus ini adalah besarnya anggaran yang digelontorkan dan hasil akhir yang dicapai.
Anggaran Proyek Mencapai Rp 9,30 Triliun
Proyek digitalisasi ini didanai dengan anggaran yang sangat besar, mencapai total Rp 9,30 triliun. Dana tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 3,64 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 5,66 triliun, yang ditujukan untuk membeli sekitar 1,2 juta unit laptop.
Dianggap Sulit Digunakan Guru dan Siswa
Poin krusial dalam penyelidikan Kejagung adalah hasil akhir dari proyek ini. Meskipun menelan anggaran triliunan, pengadaan laptop Chromebook dengan Chrome OS dinilai tidak efektif. Menurut Kejagung, laptop tersebut sulit dioperasikan oleh guru dan siswa, yang mengakibatkan tujuan utama dari Program Digitalisasi Pendidikan tidak tercapai secara optimal.
Penulis : Dina eka anggraini