IHSG Bertahan di Zona Hijau Meski Mayoritas Sektor Terkoreksi
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatatkan penguatan terbatas pada sesi pertama perdagangan hari ini, Selasa (22 Juli 2025). IHSG ditutup naik tipis 0,2% ke level 7.413,31. Dari total perdagangan, 251 saham tercatat naik, 333 turun, dan 372 stagnan.
baca juga:5 Cara Gampang Menyambungkan HP ke TV, Bisa Pakai WiFi atau Kabel!
Aktivitas Transaksi Cukup Tinggi Jelang Sesi Istirahat
Volume transaksi hingga tengah hari terbilang aktif, dengan total nilai perdagangan mencapai Rp10,53 triliun. Jumlah saham yang berpindah tangan mencapai 18,04 miliar lembar, dari 1,19 juta kali transaksi.
Kenaikan IHSG Didukung Emiten Energi dan Teknologi
Meski indeks bergerak di zona hijau, sebagian besar sektor justru terkoreksi. Hanya sektor utilitas (+5,64%), energi (+0,91%), dan teknologi (+0,24%) yang mencatatkan penguatan. Sektor-sektor lainnya seperti keuangan, industri, dan konsumer berada di zona merah.
Saham Prajogo Pangestu Jadi Motor Penggerak IHSG
Saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi kontributor terbesar terhadap kenaikan IHSG, dengan menyumbang 11,37 poin indeks. Saham ini menguat 3,8% ke level 8.200.
Selain itu, emiten baru milik Prajogo lainnya, PT Chandra Daya Inti Argo Tbk (CDIA), juga mencuri perhatian pasar setelah kembali menyentuh batas Auto Reject Atas (ARA). CDIA menyumbang 9,12 poin terhadap kenaikan IHSG.
Sentimen Eksternal dan Domestik Pengaruhi Pergerakan Pasar
Pergerakan pasar hari ini dipengaruhi oleh berbagai sentimen, seperti:
- Rilis data uang beredar Juni 2025 dari Bank Indonesia, yang mencerminkan proyeksi konsumsi dan pertumbuhan kredit.
- Kebijakan suku bunga Bank Sentral China yang tetap ditahan, meski ekonomi menunjukkan tanda perlambatan.
- Negosiasi dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat, yang menjadi faktor penentu sentimen pasar global dan regional.
baca juga:Cara Simpel Belajar MySQL untuk Pemula yang Bingung Mulai
Penguatan IHSG Berlanjut, Tapi Rupiah Masih Tertekan
Meski IHSG mencatatkan penguatan selama 11 hari berturut-turut, tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Menurut ekonom Bank Danamon, Hossianna Situmorang, penguatan saham dipicu oleh optimisme fiskal dan masuknya dana ke sektor riil, sementara depresiasi rupiah terjadi karena faktor teknikal seperti DNDF, arus keluar jangka pendek, dan kebutuhan valas musiman.
Penulis: Dena Triana