Penyanyi dan Pelaku Pertunjukan Meminta Kepastian Hukum dalam Pengaturan Royalti
Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk memberikan penafsiran konstitusional terhadap sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Hak Cipta yang dapat memastikan para penyanyi dan pelaku pertunjukan mendapatkan perlindungan yang adil serta kepastian hukum terkait royalti. Hal ini disampaikan oleh Sammy Simorangkir, mantan vokalis grup band Kerispatih, dalam sidang uji materi UU Hak Cipta di Jakarta, Selasa (22/7/2025). Lesti Kejora, penyanyi dangdut, juga menyampaikan hal serupa dalam persidangan tersebut.
Baca juga : Rekayasa Perangkat Lunak Bukan Sekadar Ngoding, Ini Alasannya
Permintaan Artis Agar Hak Ekonomi Pencipta Lagu dan Pelaku Pertunjukan Terjamin
Dalam pernyataannya, Sammy Simorangkir berharap agar MK dapat memberikan solusi yang menyeimbangkan hak ekonomi pencipta lagu dengan hak-hak pelaku pertunjukan yang turut berjasa menghidupkan karya ciptaan tersebut. Ia menekankan pentingnya perlindungan hukum yang adil bagi semua pihak yang terlibat dalam industri musik.
Lesti Kejora Menceritakan Pengalaman Menghadapi Somasi
Lesti Kejora juga memberikan keterangan terkait pengalaman pribadi yang menunjukkan ketidakjelasan aturan mengenai royalti dan hak cipta. Lesti mengungkapkan bahwa dirinya pernah menerima surat somasi dari kuasa hukum Yonni Mulyono alias Yonni Dores, pencipta lagu “Bagai Ranting yang Kering”. Somasi tersebut dikirim setelah Lesti membawakan lagu tersebut dalam acara pernikahan sekitar 2016-2018.
Lesti mengungkapkan bahwa video pertunjukan tersebut diunggah ke YouTube tanpa persetujuan dari dirinya atau manajemen, dan delapan tahun setelahnya, pada 1 Maret 2025, ia menerima somasi yang menyebutnya telah melanggar hak cipta.
Lesti Dianggap Melanggar Hak Cipta Karena Tak Mengurus Izin dan Royalti
Lesti juga menceritakan bahwa pada 18 Mei 2025, dirinya dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan pelanggaran hak cipta terkait lagu yang dibawakan. Hal ini menimbulkan perspektif negatif bagi dirinya. Lesti menegaskan bahwa sebagai penyanyi profesional, ia hanya bertugas memberikan pertunjukan sesuai kesepakatan dengan penyelenggara acara dan tidak mengurus perizinan atau pembayaran royalti.
Sebagai seorang pelaku pertunjukan, Lesti tidak memiliki akses atau kapasitas untuk mengetahui variabel-variabel komersial yang menjadi dasar penghitungan royalti, seperti jumlah penonton, harga tiket, atau skala acara yang dipersyaratkan dalam sistem lisensi yang berlaku.
Kekaburan Norma dan Ketidakseimbangan Posisi Hukum di Industri Musik
Lesti mengkritik sistem yang ada sebagai bentuk nyata dari kekaburan norma dalam UU Hak Cipta yang menyebabkan ketidakseimbangan antara posisi hukum pencipta lagu dan pelaku pertunjukan. Ia menyatakan bahwa somasi dan laporan pidana yang diterima merupakan contoh lemahnya perlindungan hak terkait bagi pelaku pertunjukan, yang sebenarnya hanya bekerja sebagai profesional berdasarkan kontrak kerja dengan penyelenggara acara.
Sidang Uji Materi UU Hak Cipta dan Partisipasi Artis
Sidang ini merupakan bagian dari rangkaian pengujian sejumlah norma dalam UU Hak Cipta yang diajukan oleh 29 artis, termasuk Armand Maulana, Ariel Noah, dan grup band T’Koes. Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo. Para artis berharap agar MK dapat memberikan penafsiran yang dapat menciptakan keadilan dan keseimbangan dalam hak-hak ekonomi antara pencipta lagu dan pelaku pertunjukan.
Baca juga : Universitas Teknokrat Indonesia Tuan Rumah Cabang Petanque Pekan Olahraga Mahasiswa Provinsi
Kesimpulan: Perlindungan Hukum untuk Penyanyi dan Pelaku Pertunjukan Diperlukan
Kasus yang dihadapi Lesti Kejora dan Sammy Simorangkir menunjukkan betapa pentingnya adanya perlindungan hukum yang jelas dan adil bagi penyanyi dan pelaku pertunjukan. Pemerintah dan MK diminta untuk memastikan bahwa sistem royalti dan pengaturan hak cipta dapat menjamin keseimbangan antara hak pencipta lagu dan mereka yang turut menghidupkan karya tersebut di industri hiburan.
Penulis : Dina eka anggraini