MUI Jawa Timur Fatwakan Haram Penggunaan Sound Horeg, Ini Alasannya
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur baru-baru ini mengeluarkan fatwa terkait penggunaan sound horeg—sebuah fenomena musik dengan suara sangat keras dan dentuman bass yang mengguncang. Fatwa tersebut dikeluarkan melalui Fatwa Nomor 1 Tahun 2025, yang mengatur berbagai hal terkait penggunaan alat pengeras suara tersebut dalam kegiatan sosial maupun budaya.
Baca juga:Atlético Nacional Berusaha Pertahankan Rekor Sempurna di Liga Dimayor Betplay 2025
Alasan Fatwa MUI: Kebisingan dan Dampaknya pada Kesehatan
Dalam fatwanya, MUI menegaskan bahwa penggunaan sound horeg yang menghasilkan kebisingan melebihi batas wajar berpotensi menimbulkan mudarat, termasuk kerugian sosial dan kesehatan. Selain itu, penggunaan sound horeg yang tidak terkontrol bisa merusak fasilitas umum atau barang milik orang lain. MUI juga menekankan bahwa musik yang diputar dengan sound horeg disertai tarian dengan membuka aurat atau tindakan yang mengandung kemunkaran, baik di lokasi tertentu maupun berkeliling, hukumnya haram.
MUI juga memberikan batasan yang jelas, bahwa penggunaan sound horeg dengan intensitas suara wajar untuk kegiatan positif seperti resepsi pernikahan, pengajian, atau shalawatan diperbolehkan, selama tidak ada unsur yang diharamkan.
MUI Imbau Pemerintah dan Kementerian Hukum untuk Bertindak
Fatwa ini juga menyarankan agar Pemerintah Provinsi Jawa Timur menginstruksikan pemerintah kabupaten/kota untuk segera mengatur penggunaan alat pengeras suara melalui peraturan daerah. Pengaturan ini mencakup perizinan, standar penggunaan, dan sanksi dengan memperhatikan norma agama, sosial, dan ketertiban umum.
Selain itu, MUI meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk tidak memberikan legalitas terkait sound horeg, termasuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI), sebelum ada perbaikan dan penyesuaian yang sesuai dengan aturan yang berlaku.
Respon Kementerian Hukum: Pembatasan Diperlukan untuk Melindungi Masyarakat
Menanggapi fatwa MUI, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), Razilu, menegaskan bahwa sebagai ekspresi seni, sound horeg seharusnya dilakukan dengan memperhatikan norma agama, sosial, dan ketertiban umum. Ia menambahkan bahwa jika sound horeg berlebihan dan tidak terkendali, maka dapat menyebabkan permasalahan, terutama di ruang terbuka atau pemukiman yang melibatkan banyak orang dari berbagai kalangan.
Menurut Razilu, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memuat pembatasan tegas terhadap pengumuman atau distribusi ciptaan yang bertentangan dengan moral, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum. Meskipun begitu, ia juga menjelaskan bahwa fatwa MUI tidak melarang sound horeg secara total. Penggunaan dengan suara wajar untuk kegiatan positif tetap diperbolehkan.
Polda Jatim Tegaskan Larangan Penggunaan Sound Horeg
Menindaklanjuti fatwa MUI, Polda Jawa Timur kini resmi melarang penggunaan sound horeg. Namun, hingga saat ini belum ada penegasan sanksi yang akan dikenakan bagi mereka yang tetap melanggar larangan tersebut. Langkah ini diambil sebagai upaya menjaga ketertiban dan kenyamanan masyarakat, mengingat dampak negatif yang ditimbulkan dari suara bising yang berlebihan.
Baca juga:Revolusi Teknologi Modern Perpustakaan: Akses Lebih Cepat dan Mudah
Kesimpulan: Mengatur Penggunaan Sound Horeg dengan Bijak
Fatwa MUI Jawa Timur terkait sound horeg menekankan pentingnya mengatur penggunaan alat pengeras suara secara bijak. Meskipun sound horeg dapat menjadi bagian dari hiburan masyarakat, namun jika tidak dikelola dengan hati-hati, bisa menimbulkan gangguan ketertiban umum dan merusak kenyamanan warga. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang jelas terkait penggunaan sound horeg agar tetap menghormati hak orang lain dan menjaga ketertiban sosial.
Penulis: Emi Kurniasih.