Pendahuluan: Tuduhan Penanaman Ranjau Darat di Perbatasan yang Sengketa
Thailand telah menuduh Kamboja menanam ranjau darat di area perbatasan yang sengketa setelah tiga tentara Thailand terluka, namun Phnom Penh membantah tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa tentara Thailand tersebut telah keluar dari jalur yang disepakati dan memicu ranjau yang ditinggalkan sejak puluhan tahun lalu akibat perang.
Baca juga : Ketua Mahkamah Agung Lantik Dua Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Insiden Ledakan Ranjau yang Mengakibatkan Cedera
Pada 16 Juli, tiga tentara Thailand mengalami cedera, dengan salah satunya kehilangan kaki akibat ledakan ranjau darat saat sedang melakukan patroli di sisi Thailand dari wilayah perbatasan yang sengketa antara Ubon Ratchathani dan Provinsi Preah Vihear, Kamboja.
Bantahan Kamboja: Ranjau Lama yang Ditinggalkan
Menteri Luar Negeri Kamboja membantah bahwa ranjau baru telah ditanam dan menyatakan dalam sebuah pernyataan pada Senin malam bahwa tentara Thailand telah keluar dari jalur patroli yang disepakati dan memasuki wilayah Kamboja yang masih mengandung ranjau darat yang belum meledak. Kamboja menjelaskan bahwa negara tersebut dipenuhi ranjau yang ditanam selama puluhan tahun perang.
Pemerintah Kamboja dengan tegas membantah tuduhan tersebut dan menegaskan bahwa mereka berkomitmen penuh terhadap Konvensi Ottawa, sebuah perjanjian internasional yang melarang penggunaan ranjau anti-personel.
Penemuan Ranjau Baru oleh Militer Thailand
Pada 18 hingga 20 Juli, militer Thailand melaporkan penemuan sepuluh ranjau jenis PMN-2 buatan Rusia yang baru ditanam di dekat lokasi cedera tentara Thailand. Militer Thailand menyatakan bahwa ranjau tersebut bukan bagian dari persediaan atau digunakan oleh Thailand, dan menemukan hal ini sebagai pelanggaran jelas terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Thailand serta pelanggaran prinsip-prinsip hukum internasional.
Statistik Kecelakaan Terkait Ranjau di Kamboja
Menurut data dari Cambodia Mine Action Centre, yang memperkirakan ada sekitar 4 hingga 6 juta ranjau yang tersebar di seluruh negara tersebut, lima orang tewas dan belasan lainnya terluka akibat ranjau dan amunisi yang belum meledak di Kamboja pada empat bulan pertama tahun 2025.
Ketegangan Diplomat yang Meningkat
Insiden ranjau ini terjadi di dekat lokasi di mana seorang tentara Kamboja tewas pada bulan Mei setelah terjadi baku tembak singkat antara pasukan kedua negara. Insiden tersebut telah memicu perselisihan diplomatik yang lebih luas antara kedua negara Asia Tenggara ini, yang juga telah mengguncang pemerintahan Thailand, bahkan menyebabkan Perdana Menteri Thailand dijatuhi sanksi dan ditangguhkan dari jabatannya.
Tanggapan Thailand: Protes Resmi dan Peningkatan Pengamanan
Pemerintah Thailand menyatakan akan mengeluarkan kecaman formal dan menyerukan akuntabilitas dari Kamboja atas pelanggaran terhadap perjanjian ranjau darat. Selain itu, militer Thailand juga akan meningkatkan kewaspadaan selama patroli di sepanjang perbatasan.
Pernyataan Kamboja: Perlu Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Internasional
Kamboja menyatakan bahwa insiden ranjau darat ini menunjukkan pentingnya kedua negara untuk menyelesaikan sengketa perbatasan mereka di Pengadilan Internasional. Namun, Bangkok sebelumnya menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengakui yurisdiksi pengadilan tersebut dan lebih memilih untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme bilateral.
Baca juga : Sah! Rahmat Mirzani Djausal Ketua Umum IKA SMAN 2 Bandar Lampung
Kesimpulan: Ketegangan Perbatasan Thailand dan Kamboja Semakin Meningkat
Insiden penanaman ranjau darat di perbatasan yang disengketakan ini telah memperburuk ketegangan antara Thailand dan Kamboja. Pemerintah Thailand menuntut pertanggungjawaban atas pelanggaran terhadap perjanjian internasional, sementara Kamboja menyerukan penyelesaian melalui jalur hukum internasional. Kedua negara akan terus menghadapi tantangan besar dalam mencari solusi damai atas sengketa perbatasan yang sudah berlangsung lama.
Peenulis : eka sri indah lestary