Baru-baru ini, isu mengenai penghapusan jurusan filsafat di perguruan tinggi mencuat ke publik. Usulan ini muncul karena anggapan bahwa ilmu filsafat kurang aplikatif dan tidak relevan dengan kebutuhan industri modern. Namun, pengamat pendidikan memberikan tanggapan berbeda terkait hal tersebut.
Baca juga: Persiraja Banda Aceh Rekrut 3 Pemain Asing: Dua dari Inggris, Satu dari Brasil
Usulan Penghapusan Jurusan Filsafat: Kenapa Dilontarkan?
Isu ini mulai mendapat perhatian setelah influencer dan pengamat pendidikan Ferry Irwandi melontarkan pendapatnya mengenai penghapusan jurusan filsafat. Ia berpendapat bahwa filsafat lebih banyak berfokus pada teori-teori dan sejarah pemikiran tokoh besar, yang dianggap hanya sebagai hafalan tanpa aplikasinya dalam dunia kerja modern.
Banyak pihak yang mendukung pendapat ini, menganggap jurusan filsafat kurang memberikan keterampilan praktis yang dapat langsung diterapkan di industri, seperti halnya jurusan ekonomi atau teknik.
Tanggapan Pengamat Pendidikan: Filsafat Penting untuk Membentuk Cara Berpikir Kritis
Menanggapi usulan tersebut, pengamat pendidikan dari Perguruan Taman Siswa, Darmaningtyas, menekankan pentingnya filsafat dalam membentuk cara berpikir kritis masyarakat. Darmaningtyas mengakui bahwa filsafat memang tidak mengajarkan keterampilan teknis seperti halnya jurusan lain, tetapi ia menyebutkan bahwa filsafat mengajarkan cara berpikir secara kritis, fleksibel, dan plural.
“Filsafat memang tidak mengajarkan cara membuat roti, tetapi cara berpikir yang diajarkan filsafat sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya saat diwawancarai oleh Kompas.com.
Pengaruh Filsafat dalam Berpikir Pragmatis dan Relevansinya di Dunia Kerja
Darmaningtyas juga mengkritik pandangan pragmatis yang menganggap kuliah hanya sebagai sarana menuju pekerjaan. Menurutnya, filsafat justru memberi kemampuan berpikir luas dan kritis yang dapat diterapkan di berbagai bidang pekerjaan. Banyak lulusan filsafat yang berhasil menduduki posisi strategis di pemerintahan maupun perusahaan besar, seperti wakil menteri, direktur BUMN, hingga direktur utama perusahaan besar.
“Itu menunjukkan bahwa lulusan filsafat memiliki fleksibilitas yang tinggi dan dapat beradaptasi di berbagai sektor,” tambahnya.
Filsafat dan Tantangan Terhadap Status Quo
Darmaningtyas juga menyatakan bahwa filsafat sering kali mengganggu pihak-pihak yang mendukung stabilitas status quo. Filsafat selalu mempertanyakan hakikat dari berbagai hal, sehingga dapat menimbulkan kebingungan atau ketidaknyamanan bagi orang-orang yang tidak siap dengan pemikiran kritis yang ditawarkan filsafat.
“Filsafat selalu mempertanyakan hakikat dari sesuatu, dan ini bisa membuat orang merasa tertekan atau ‘mumet’. Karena itulah, ada yang menganggap filsafat tidak berguna,” tutup Darmaningtyas.
Baca juga:Revolusi Teknologi Modern Perpustakaan: Akses Lebih Cepat dan Mudah
Kesimpulan: Filsafat Tetap Memiliki Relevansi
Meskipun ada usulan untuk menghapus jurusan filsafat, banyak pengamat pendidikan yang menilai bahwa ilmu ini tetap memiliki peran penting dalam membentuk cara berpikir kritis yang dibutuhkan di era modern. Keberadaan filsafat dapat membantu membangun pemikiran yang lebih luas dan dapat diterapkan di berbagai bidang pekerjaan, bahkan yang tidak terduga.
Penulis: Emi Kurniasih.