Proyek Lambat? Ubah Model Pengembangan Perangkat Lunakmu!

Pernah merasa proyek perangkat lunak yang kamu kerjakan lambatnya minta ampun? Padahal tim sudah kerja keras, lembur, bahkan semua fitur dirancang dengan hati-hati. Tapi entah kenapa, proyek tetap molor. Kalau situasi ini terasa akrab, bisa jadi masalahnya bukan di orang-orangnya, tapi di model pengembangan perangkat lunak yang digunakan.

Model pengembangan bukan sekadar metode, tapi pondasi cara kerja tim dalam membangun software. Ibaratnya seperti memilih rute perjalanan—salah pilih jalur, sampai tujuan bisa makan waktu berlipat ganda. Jadi, kalau proyekmu lambat terus, bisa jadi saatnya mengubah model yang dipakai.

baca juga : Solusi Instalasi Gagal: 7 Cara yang Terbukti Ampuh


Kenapa Proyek Software Bisa Melambat?

Ada banyak faktor yang bikin proyek software jalan di tempat. Beberapa di antaranya:

  • Kebutuhan pengguna berubah tapi tidak bisa cepat diakomodasi
  • Terlalu banyak revisi di akhir pengembangan
  • Kurangnya komunikasi antar tim pengembang, tester, dan stakeholder
  • Model yang kaku dan tidak fleksibel terhadap perubahan
  • Dokumentasi yang menumpuk tapi tidak efisien

Sering kali, model tradisional seperti Waterfall jadi biang kerok keterlambatan. Metode ini memaksa pengembangan dilakukan secara berurutan: dari perencanaan, desain, implementasi, hingga testing. Masalahnya, jika terjadi perubahan di tengah jalan, revisinya bisa mengacak-acak semua fase yang sudah lewat.


Model Apa Saja yang Bisa Bikin Proyek Lebih Cepat?

Kabar baiknya, dunia software development sudah punya banyak model alternatif yang lebih lincah dan responsif. Berikut beberapa model yang layak dipertimbangkan:

1. Agile

Agile menekankan pada pengembangan bertahap dan kolaboratif. Proyek dibagi menjadi sprint singkat (biasanya 1–2 minggu), dengan evaluasi berkala di setiap akhir sprint. Cocok untuk proyek yang butuh fleksibilitas tinggi dan cepat berubah.

2. Scrum

Salah satu turunan dari Agile, Scrum mengatur kerja tim dalam peran tertentu: Product Owner, Scrum Master, dan Developer. Fokusnya pada kolaborasi intens dan progres rutin.

3. Kanban

Berbasis visualisasi alur kerja lewat papan tugas (kanban board). Cocok untuk tim yang butuh melihat progres kerja secara real-time dan menangani pekerjaan secara berkesinambungan.

4. DevOps

Menggabungkan proses development dan operation dalam satu ekosistem. Kecepatan deploy dan otomatisasi jadi nilai utama DevOps.


Kapan Waktu yang Tepat untuk Ganti Model?

Mengubah model kerja tentu bukan perkara sepele. Tapi ada beberapa tanda yang bisa jadi alarm untuk segera evaluasi ulang metode pengembangan yang digunakan:

  • Deadline sering meleset
  • Fitur jadi tidak sesuai ekspektasi user
  • Perubahan kecil butuh waktu lama untuk diterapkan
  • Tim merasa frustrasi karena alur kerja terlalu rumit
  • Tidak ada ruang untuk uji coba atau validasi ide

Kalau sudah ada satu atau dua gejala di atas, jangan ragu untuk mempertimbangkan transformasi model kerja.


Apakah Model Agile Selalu Lebih Baik?

Tidak juga. Agile memang populer dan terbukti mempercepat proses pengembangan di banyak perusahaan teknologi. Tapi bukan berarti cocok untuk semua jenis proyek.

Model Agile sangat efektif ketika:

  • Tim bekerja dalam skala kecil hingga menengah
  • Kebutuhan pengguna bisa berubah sewaktu-waktu
  • Stakeholder bisa aktif terlibat dalam tiap iterasi
  • Produk perlu diluncurkan cepat dengan pembaruan rutin

Namun, untuk proyek besar dengan regulasi ketat, seperti perangkat lunak untuk keuangan atau kesehatan, pendekatan Hybrid atau bahkan Spiral Model bisa lebih sesuai.

baca juga : Hadiri Penutupan Bandar Lampung Expo 2025, Rektor Universitas Teknokrat Indonesia Nasrullah Yusuf Apresiasi Kreativitas dan Kolaborasi


Apa yang Harus Disiapkan Saat Ingin Beralih Model?

Berpindah dari satu model ke model lain bukan cuma soal mengganti template kerja. Ada beberapa hal yang perlu disiapkan agar transisi berjalan mulus:

  1. Pelatihan Tim
    Tim harus paham cara kerja model baru agar bisa langsung adaptasi.
  2. Peran yang Jelas
    Khusus untuk model seperti Scrum, tiap anggota harus tahu tanggung jawab masing-masing.
  3. Tool yang Mendukung
    Gunakan software manajemen proyek seperti Jira, Trello, atau Asana untuk mendukung kolaborasi.
  4. Komunikasi Intensif
    Setiap perubahan butuh komunikasi yang terbuka dan konsisten.
  5. Evaluasi Berkala
    Lakukan retrospektif setelah beberapa siklus untuk mengetahui apakah model baru benar-benar membantu.

penulis : elsandria

More From Author

Hasil Imbang Cruzeiro vs Corinthians Menjamin Posisi Tertinggi di 16 Besar Liga BrasilKeberhasilan Cruzeiro Mempertahankan Puncak Klasemen Liga Brasil Setelah Hasil Imbang Melawan Corinthians

Hasil Imbang Cruzeiro vs Corinthians Menjamin Posisi Tertinggi di 16 Besar Liga BrasilKeberhasilan Cruzeiro Mempertahankan Puncak Klasemen Liga Brasil Setelah Hasil Imbang Melawan Corinthians

Spekulasi Terjawab, Semen Padang FC dan Dodi Alexvan Djin Akhirnya Resmi Berpisah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories