KPK Tahan Empat Mantan Pejabat Kemenaker Terkait Kasus Pemerasan TKA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan empat mantan pejabat Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) terkait dengan kasus dugaan pemerasan dalam penerbitan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) untuk periode 2019-2025. Kasus ini terungkap setelah KPK menemukan bukti bahwa praktik pemerasan sudah berlangsung sejak sebelum 2019.

Baca juga : Hasil Drawing Kualifikasi Piala Dunia: Indonesia Jumpa Saudi dan Irak

Empat Tersangka Ditahan oleh KPK

Pada Kamis (17/7/2025), KPK menahan empat tersangka yang berasal dari jajaran pejabat tinggi Kemenaker. Keempatnya adalah:

  1. Suhartono – Direktur Jenderal Binapenta dan PKK Kemnaker periode 2020-2023
  2. Haryanto – Eks Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA)
  3. Wisnu Pramono – Direktur PPTKA periode 2017-2019
  4. Devi Angraeni – Koordinator Uji Kelayakan yang akan menjadi Direktur PPTKA 2024

KPK juga telah menetapkan empat tersangka lainnya, namun mereka belum ditahan karena masih membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.

Penahanan dan Alasan KPK

Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa penahanan terhadap empat tersangka dilakukan setelah penyidik memperoleh bukti yang cukup. “Mereka akan menjalani penahanan selama 20 hari pertama, dimulai dari 17 Juli 2025 hingga 5 Agustus 2025,” kata Setyo. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih.

Modus Pemerasan yang Terstruktur

Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa pemerasan dalam pengurusan RPTKA berlangsung secara sistemik dan terstruktur. Modus operandi yang digunakan adalah dengan sengaja menunda atau tidak memproses permohonan RPTKA dari perusahaan yang tidak memberikan “uang pelicin”. Akibat keterlambatan penerbitan RPTKA, perusahaan akan dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000 per hari untuk setiap tenaga kerja asing yang ditunda izinnya.

Jumlah Uang yang Dihasilkan dari Pemerasan

Selama periode 2019 hingga 2024, KPK mencatatkan bahwa uang yang berhasil dikumpulkan oleh tersangka mencapai sekitar Rp 53,7 miliar. Dari jumlah tersebut, Haryanto diduga menerima bagian terbesar, sekitar Rp 18 miliar. Sebagai bagian dari upaya pemulihan aset, sejumlah uang hasil pemerasan, sebesar Rp 8,51 miliar, telah dikembalikan ke KPK melalui rekening penampungan.

Penyidikan Berlanjut ke Masa Sebelumnya

Setyo juga menyebutkan bahwa penyidikan terkait kasus pemerasan ini masih terus berlangsung. KPK menemukan fakta bahwa pemerasan terhadap pemohon RPTKA sudah dimulai sebelum tahun 2019. “Kami masih mendalami dan menelusuri fakta-fakta pemerasan yang terjadi sebelum 2019,” jelasnya.

Tindak Pidana yang Dikenakan kepada Tersangka

Keempat tersangka dijerat dengan pasal pemerasan atau gratifikasi berdasarkan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Strategi Penyidikan KPK

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa strategi penyidikan kasus ini mirip dengan “teori makan bubur”, yaitu dimulai dari tingkat staf dan kemudian bergerak ke tingkat yang lebih tinggi. Keterangan dari staf dan pejabat yang telah diperiksa akan menjadi dasar untuk menindaklanjuti pemeriksaan lebih lanjut terhadap para pimpinan yang terlibat.

Baca juga : Produk Cocovate Souvenir Asal Limbah Sabut Kelapa Bawa Tim Universitas Teknokrat Indonesia Raih Pendanaan P2MW


Kesimpulan

Kasus pemerasan terkait RPTKA ini mengungkapkan praktik yang telah berlangsung bertahun-tahun di lingkungan Kemenaker. KPK masih terus menyelidiki lebih lanjut dan berupaya mengembalikan aset negara yang diduga hasil dari praktik pemerasan tersebut.

Penulis : Eka sri indah lestary

More From Author

KPK: Duit Pemerasan TKA Kemnaker Rp 53 M, Tersangka Balikin Rp 8,5 M

Menteri P2MI Tuntut Hukuman Berat untuk Calo PMI Ilegal

Menteri P2MI Tuntut Hukuman Berat untuk Calo PMI Ilegal

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories