Kombes Asep Irpan Rosadi, seorang alumnus Akpol tahun 1999, memegang teguh prinsip bahwa polisi adalah pelindung, pelayan, dan pengayom masyarakat. Baginya, tugas kepolisian harus menyentuh lapisan masyarakat terkecil. Sejak lulus dari Akpol, ia bertekad mengabdikan diri di bidang pembinaan masyarakat (Binmas). Sejak tahun 2008 hingga sekarang, saya tetap di fungsi pembinaan masyarakat. Yang jelas, jiwa saya ada di masyarakat, ujarnya.
Asep meyakini bahwa keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) akan terwujud jika Binmas berjalan optimal. Penerimaan masyarakat terhadap polisi, menurutnya, bukan berdasarkan pangkat atau jabatan, melainkan kesungguhan dan komitmen polisi dalam merangkul masyarakat. Saat itu saya belajar bahwa sebetulnya masyarakat tidak melihat pangkat, tapi kesungguhan. Jadi bukti dimana masyarakat percaya adalah ketika mereka melakukan apa yang kita arahkan, jelasnya.
Prinsip ‘Hadir, berbuat, dan bermanfaat’ menjadi moto Asep, seiring dengan keyakinannya bahwa Binmas efektif merangkul masyarakat. Ia mencontohkan pengalamannya menghidupkan polisi masyarakat (Polmas) saat bertugas di Sulawesi Tenggara. Saya turun ke kampung-kampung di Kota Kendari, di kelurahan-kelurahan. Membangun siskamling, bagaimana menghidupkan, lalu keliling kampung-kampung untuk membentuk suatu forum komunikasi di antara polisi masyarakat, saya membangun Polmas.
Kenapa Binmas Dianggap Fundamental dalam Kepolisian?
Asep menekankan bahwa Binmas adalah fundamental Polri. Ia menanamkan prinsip ini pada keluarganya, bahwa mengabdi di Binmas akan membuat mereka berbeda dari keluarga polisi lainnya. Jujur sejak dulu saya lulus dari akademi pada tahun 1999, hati saya terpanggil untuk bekerja di hulu, tidak dihilir, ucapnya. Keinginannya ini semakin kuat saat ia ditempatkan di reserse. Saya pertama kali masuk setelah Pamapta Reserse, saya berkecimpung di beberapa kasus, lalu saya berpikir, ‘Kenapa sih harus kita yang menangkap orang? Kenapa tidak kita yang justru mencegah orang untuk berbuat?’.
Pada tahun 2008, Asep fokus memikirkan strategi penguatan peran polisi di desa. Perlu diimbangkan, tetap ada penegakan hukum, tetap ada pemberantasan kejahatan, tapi tetap pencegahan juga jangan kalah kuat. Ia membagikan ilmunya kepada Bhabinkamtibmas. Saya bilang, mustahil Bhabinkamtibmas bisa kerja kecuali langkah pertamanya, hadir atau turun ke desa, kata Asep. Prinsip ini ia ajarkan kepada seluruh Bhabinkamtibmas.
Asep berharap semakin banyak lulusan Akpol memiliki jiwa kebinmasan dan mengabdikan diri di fungsi Binmas. Sesungguhnya saya hanya menjalankan apa yang menjadi panggilan saja. Saya cocoknya di dunia pencegahan’. Saya bilang, saya lebih condong ke pencegahan. Ia ingin menjadi contoh bahwa Binmas diisi oleh orang-orang terbaik, bukan orang-orang dengan kemampuan nomor sekian.
Bagaimana Cara Membangun Kepercayaan Masyarakat pada Polisi?
Asep menceritakan pengalamannya mendekati masyarakat di Kendari. Suatu ketika di salah satu kelurahan, khususnya yang RT/RW-nya ibu-ibu, itu yang gampang diajak bicara karena mereka punya kegiatan-kegiatan yang bisa kita lakukan pendampingan. Contohnya seperti pendampingan anak, perempuan, dan segala rupa. Ia memakai jaket, tidak menunjukkan seragamnya. Memang tidak semuanya, dari 10 kelurahan mungkin hanya 1 atau 2 yang mau mendengar saya, selebihnya tidak, ujarnya.
Kepercayaan masyarakat, menurut Asep, tidak diucapkan, tetapi ditunjukkan dengan perbuatan mereka yang mengikuti arahan polisi. Itu salah satu motto saya untuk membuat saya kuat masuk-keluar kampung. Selama 26 tahun berkarier di kepolisian, Asep mengaku hanya tertarik pada Binmas. Selain di Binmas, ia pernah bertugas sebagai Koorspri Kapolda di Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Barat.
Mengapa Asep Lebih Memilih Binmas Dibanding Jabatan Lain yang Lebih ‘Bergengsi’?
Sebagai orang dekat Kapolda, Asep sering mendapat tawaran jabatan. Namun, ia menolak karena hatinya terpanggil untuk mengabdi di Binmas. Terus terang, saya tidak berpikir untung-rugi saat itu. Ia menganalogikan menikmati rezeki seperti minum air. Kalau kita terbiasa minum satu galon, analoginya jika diberi jabatan yang mohon maaf hanya menghasilkan satu cangkir, kita akan kehausan terus. Tapi kalau kita terbiasa minum satu cangkir, ketika diberi satu botol 600 ml itu sudah tumpah-tumpah.
Memegang teguh prinsip Binmas memberikan pengalaman spiritual pada Asep. Ia ingin melanjutkan pendidikan S2 seperti teman-temannya, tetapi kehidupan sederhana membuatnya sulit mendapatkan kesempatan. Saya berdoa, saya bilang ‘Ya Allah saya di sini memilih yang berbeda, tolong tunjukkan kekuasaan-Mu bahwa yang berbeda juga berhak memperoleh hal yang sama’. Pada tahun 2011, ia mendapat beasiswa S2 ke Jepang. Jadi saya memang nggak bisa ajak keluarga ke luar negeri, tapi Allah kasih saya hadiah beasiswa sehingga saya bisa memboyong sekeluarga tinggal di Jepang selama saya S2, ujarnya.
Beasiswa itu bukan dari pemerintah Indonesia, melainkan dari pemerintah Jepang. Allah memberikan reward tidak harus dalam bentuk Rupiah, tapi dalam bentuk Yen juga. Jadi saya Alhamdullilah mendapatkan pengalaman. Anak saya kan di Jepang dibayar oleh pemerintah kota, Masing-masing kota membayar anak yang masih kecil, ibu hamil, itu dibayar dan digaji karena di sana kekurangan warga negara, ucap Asep.