📦 Stok Menumpuk di Amerika Utara: Efek Domino Strategi Impor Dini
Untuk menghindari dampak tarif baru dari Amerika Serikat, Puma mempercepat pengiriman produknya dari Asia. Akibatnya, persediaan menumpuk—khususnya di Amerika Utara—hingga naik 18,3% dibanding tahun sebelumnya, mencapai €2,15 miliar. Strategi ini, meski bertujuan mengurangi beban biaya impor, justru menciptakan kelebihan stok yang membebani margin dan arus kas.
baca juga : Taklukkan Area Mati Sinyal dengan Jaringan Nirkabel!
📉 Penjualan Melemah, Diskon Besar Jadi Jalan Keluar
Amerika Utara kini menjadi pasar terlemah Puma, dengan penjualan turun sekitar 9,1%. Untuk mengurangi beban inventaris, perusahaan terpaksa memberikan diskon besar-besaran, terutama di kategori sepatu dan pakaian olahraga. Namun, taktik ini menggerus laba kotor dan menurunkan nilai brand di mata konsumen premium.
💰 Tarif AS Pangkas Laba, Puma Siapkan Kenaikan Harga
Puma memperkirakan bahwa kebijakan tarif baru dari AS akan memotong keuntungan mereka hingga €80 juta pada tahun 2025. Sebagai respons, perusahaan merencanakan kenaikan harga produk di kuartal IV, meskipun permintaan lemah membuat strategi ini berisiko.
🔁 Dilema Retailer: Impor Cepat atau Risiko Tarif?
Masalah Puma menjadi gambaran umum yang dihadapi banyak perusahaan global: mengimpor barang lebih awal untuk hindari tarif bisa menciptakan overstock dan tekanan margin. Sementara itu, menunda impor menghadirkan risiko harga naik dan keterlambatan stok saat musim belanja utama seperti Black Friday atau Natal.
⚙️ Strategi Perubahan: Puma Restrukturisasi Bisnis Global
Di bawah kepemimpinan CEO baru, Arthur Hoeld, Puma menjalankan program efisiensi besar-besaran bernama NextLevel:
- Mengurangi 500 posisi manajerial global
- Memangkas belanja modal dari €300 juta menjadi €250 juta
- Fokus pada DTC (direct-to-consumer) dan kolaborasi dengan brand ternama
- Menggeser citra produk ke arah premium & fungsionalitas tinggi
📉 Dampak Langsung ke Pasar Saham
Akibat pengumuman proyeksi kerugian dan dampak tarif, saham Puma merosot hingga 18% di bursa. Analis menyebut masalah Puma bukan hanya soal tarif, tetapi juga melemahnya daya saing brand, penurunan penjualan grosir, dan persaingan ketat dari Adidas dan Nike.
✅ Kesimpulan
Puma saat ini berada di titik krusial dalam strategi globalnya. Upaya menghindari tarif AS berujung pada krisis stok yang menekan profit. Di sisi lain, kenaikan harga bukan solusi mudah karena konsumen makin sensitif terhadap harga. Retailer global kini menghadapi dilema besar: impor dini dengan risiko overstock, atau beradaptasi tarif dengan risiko inflasi harga jual.
penulis : Muhamad Anwar Fuadi