Pembabatan Hutan di Jeunieb Diduga Melibatkan Mafia Tanah
Pembabatan hutan secara besar-besaran kembali terjadi di Kecamatan Jeunieb, Kabupaten Bireuen. Sekitar 1000 hektar hutan di Gampong Lhok Kulam telah dibabat habis, diduga dilakukan oleh mafia hutan yang melibatkan oknum pejabat, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), serta pengusaha sawit nakal.
Keuchik Lhok Kulam, Sulaiman, mengungkapkan keprihatinannya dan memprediksi bahwa dalam waktu empat tahun mendatang, Jeunieb bisa kehilangan seluruh hutan adat dan hutan lindungnya jika pembabatan hutan ini terus berlanjut tanpa adanya tindakan nyata dari pihak berwenang, terutama dalam hal penetapan tapal batas hutan.
Baca juga: Keuchik Blang Beururu Bantah Beri Izin Pembukaan Lahan di Hutan
Ketidakjelasan Batas Wilayah Hutan Memperburuk Situasi
Sekretaris Desa Lhok Kulam, M. Rasyid, menyoroti masalah ketidakjelasan batas wilayah gampong yang telah berlangsung sejak masa kemerdekaan Indonesia. Ketidakjelasan ini, menurut Rasyid, memungkinkan terjadinya pembabatan dan penjualan lahan hutan seluas 1000 hektar di kawasan hutan Krung Suyoh dan Dusun Tgk Geulumpang. Lahan yang diduga telah berpindah tangan kepada oknum anggota DPRA dan pengusaha sawit tersebut, menjadi salah satu bukti adanya mafia tanah yang merusak lingkungan.
Camat Jeunieb Akui Terima Laporan, Namun Terbatas dalam Tindakan
Camat Jeunieb, Muhammad Maulana Rahmat, SIP, MSi, mengakui telah menerima laporan mengenai pengrusakan hutan di wilayah tersebut. Namun, ia menyatakan bahwa pihaknya memiliki keterbatasan wewenang untuk melakukan tindakan langsung dan hanya bisa memantau serta melaporkan kejadian ini kepada atasan. Camat juga tengah berupaya untuk menyelesaikan persoalan tapal batas antara Desa Lhok Kulam dan Paya Bili yang hingga kini masih rumit.
“Masalah tapal batas desa menjadi salah satu faktor utama yang mempermudah aksi pembabatan hutan ini. Kami terus berupaya untuk menyelesaikan masalah ini dengan melibatkan tokoh masyarakat dan Forkopimcam,” ujar Maulana Rahmat.
Pembiaran dari Dinas Terkait dan Aparat Penegak Hukum
Keuchik Sulaiman menilai bahwa pembabatan hutan ini terjadi karena adanya pembiaran dari dinas terkait dan Aparat Penegak Hukum (APH). Ia menganggap bahwa jika pembiaran ini terus berlanjut, maka kerusakan lingkungan dan hilangnya hutan lindung akan semakin parah.
“Pihak terkait seharusnya segera turun tangan dan menindak tegas pelaku pembabatan hutan yang merusak lingkungan dan ekosistem,” ujar Sulaiman.
Penulis: Fiska Anggraini