77 Tahun Nakbah, Bagaimana Solusi untuk Palestina?

Kegagalan dunia internasional dalam menyelesaikan konflik Israel-Palestina bukanlah suatu kebetulan, melainkan cerminan dari ketidakadilan struktural dan kegagalan kolektif dalam menegakkan prinsip-prinsip kemanusiaan. Konflik ini bukan sekadar pertikaian teritorial, melainkan simpul dari berbagai kepentingan politik global yang kompleks.

Selama lebih dari tujuh dekade, dunia menyaksikan serangkaian konflik yang tak kunjung usai. Sejak peristiwa 15 Mei 1948, berbagai upaya penyelesaian telah diusulkan, namun semuanya menemui jalan buntu. Alih-alih menciptakan perdamaian yang adil, inisiatif-inisiatif tersebut justru memperburuk keadaan dan memicu perselisihan yang lebih rumit.

Salah satu akar masalahnya adalah ketergantungan berlebihan pada pendekatan unilateral dari kekuatan besar, terutama Amerika Serikat. Dukungan yang konsisten diberikan kepada Israel, baik secara diplomatik, militer, maupun finansial, memperkuat posisi negara tersebut dalam mempertahankan status quo okupasi. Dewan Keamanan PBB, yang seharusnya menjadi penjamin perdamaian dunia, seringkali lumpuh akibat hak veto yang digunakan secara tidak proporsional.

Mengapa Solusi Perdamaian Israel-Palestina Sulit Dicapai?

Kegagalan pendekatan unilateral telah terbukti dalam berbagai inisiatif, seperti Kesepakatan Abad Ini yang diusung oleh mantan Presiden AS Donald Trump. Alih-alih mendorong perdamaian, proposal tersebut justru melegitimasi praktik kolonialisme modern dan mengabaikan hak-hak rakyat Palestina. Tindakan Israel juga melanggar prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk Konvensi Jenewa IV 1949 dan Protokol Tambahan I Tahun 1977.

Serangan terhadap Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga 9 April 2025 telah menewaskan puluhan ribu warga Palestina dan melukai lebih dari seratus ribu lainnya. Proporsi korban sipil, terutama perempuan dan anak-anak, sangat dominan, sehingga menimbulkan kecurigaan akan terjadinya kejahatan pembantaian massal. Target serangan tidak lagi terbatas pada fasilitas militer, melainkan juga rumah sakit, sekolah, dan pemukiman sipil.

Secara hukum, tindakan Israel dapat dikategorikan sebagai genosida sebagaimana diatur dalam Statuta Roma 1998 dan Konvensi Genosida 1948. Pelanggaran terhadap prinsip-prinsip distinction, proportionality, limitation, dan necessity telah terjadi secara sistematis dan berulang kali.

Solusi Dua Negara atau Satu Negara: Mana yang Lebih Realistis?

Secara garis besar, terdapat dua solusi perdamaian yang pernah muncul dalam sejarah: solusi dua negara dan solusi satu negara. Solusi dua negara, yang didukung oleh banyak negara termasuk Indonesia, bertujuan untuk menciptakan dua negara yang hidup berdampingan secara damai. Namun, Israel terus mencaplok wilayah Palestina dan melanggar kesepakatan yang telah dibuat.

Solusi satu negara memiliki beberapa opsi, yaitu wilayah yang disengketakan menjadi milik Israel, menjadi milik Palestina, atau Israel-Palestina dilebur menjadi satu negara yang bersatu. Masing-masing opsi memiliki tantangan dan kompleksitas tersendiri. Jika Palestina dibiarkan merdeka dengan wilayah dan sumber daya yang minim, kemungkinan negara ini untuk bertahan di tengah anarkisme politik global akan sangat kecil.

Bagaimana Indonesia Dapat Berperan Lebih Aktif dalam Menciptakan Perdamaian?

Indonesia, sebagai negara dengan sejarah panjang dalam diplomasi moral dan kemanusiaan, memiliki peran strategis untuk mengajukan solusi yang lebih substantif, adil, dan berjangka panjang bagi Palestina. Dengan posisi tawar yang tinggi di DK PBB dan nilai strategis yang semakin menguat di forum internasional, Indonesia dapat menggalang gerakan moral universal untuk mendorong perdamaian.

Indonesia perlu memperkuat eksplorasi strategi diplomatik dan mendorong kerangka dasar solusi yang lebih komprehensif. Pengalaman Konferensi Asia Afrika dan Gerakan Non Blok dapat menjadi inspirasi untuk menciptakan skema kekuatan politik dan moral yang baru. Prinsip politik luar negeri bebas aktif, yang menekankan kemerdekaan dalam mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan keadilan, harus menjadi landasan dalam setiap tindakan diplomatik.

Dunia internasional harus melepaskan ketergantungan pada pendekatan kekuatan dan mulai membangun tata hubungan internasional yang lebih adil, setara, dan humanis. Hanya dengan cara ini, perdamaian yang abadi di Palestina dapat terwujud.

More From Author

Ombudsman Sebut Minimnya Anggaran Picu Maraknya Kasus Keracunan

Apa Itu Teknik Kendaraan Ringan Otomotif (TKRO)? Penjelasan Lengkap untuk Calon Siswa SMK

Apa Itu Teknik Kendaraan Ringan Otomotif (TKRO)? Penjelasan Lengkap untuk Calon Siswa SMK

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *