Sinyal Bahaya Ekonomi RI: Waspada 9 Indikator!

Kabar kurang sedap datang dari perekonomian Indonesia. Beberapa indikator menunjukkan adanya perlambatan yang perlu diwaspadai. Mulai dari gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), peningkatan angka pengangguran, hingga kinerja sektor perbankan yang melambat, semua menjadi sinyal bahwa ekonomi Tanah Air membutuhkan perhatian ekstra.

Salah satu indikator yang menjadi sorotan adalah Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia. Data terbaru menunjukkan PMI berada di angka 47,4 pada Mei 2025. Angka ini kembali menunjukkan kontraksi, yang berarti aktivitas produksi di sektor manufaktur sedang mengalami penurunan. Ini adalah bulan kedua berturut-turut PMI berada di zona negatif, menandakan melemahnya aktivitas produksi dan penurunan permintaan, baik dari pasar domestik maupun ekspor.

Surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 juga mencatatkan angka yang kurang menggembirakan, hanya sebesar US$ 150 juta. Angka ini merupakan yang terendah dalam 60 bulan terakhir, atau sejak Mei 2020. Ekspor tercatat sebesar US$ 20,74 miliar, sementara impor US$ 20,59 miliar. Melemahnya surplus ini disebabkan oleh kinerja ekspor yang turun lebih cepat dibandingkan impor yang mulai naik.

Apa yang Menyebabkan Ekonomi Indonesia Melambat?

Beberapa faktor diduga menjadi penyebab perlambatan ekonomi ini. Salah satunya adalah penurunan ekspor. Data menunjukkan ekspor April 2025 merosot dibandingkan bulan sebelumnya dan menjadi yang terendah dalam setahun terakhir. Penurunan ini dipicu oleh melemahnya permintaan dari pasar global, yang berdampak pada transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah.

Selain itu, deflasi juga menjadi perhatian. Terjadi deflasi sebesar 0,37%. Deflasi ini bisa disebabkan oleh turunnya harga-harga pangan serta hilangnya efek lonjakan pembayaran tarif listrik setelah diskon 50%. Melandainya harga barang bisa dipicu oleh melemahnya permintaan, bukan lagi karena harga kembali normal atau pasokan yang mencukupi.

Pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I-2025 juga mencatatkan angka yang kurang memuaskan, hanya mencapai 4,87%. Ini merupakan angka terendah sejak era pandemi. Situasi ini jelas mengurangi daya beli dan memperlemah konsumsi domestik. Padahal, momen Ramadan seharusnya bisa mendorong konsumsi, namun kontribusinya belum maksimal.

Bagaimana Dampaknya Terhadap Pekerja?

Perlambatan ekonomi ini juga berdampak pada sektor tenaga kerja. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat, ratusan ribu pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan sudah berhenti dari kepesertaannya pada 2024 karena terkena PHK. Data Apindo juga mencatat, sejak awal 2025 hingga Maret, sudah ada puluhan ribu peserta BPJS Ketenagakerjaan yang terkena PHK.

PHK massal ini tentu saja meningkatkan angka pengangguran dan mengurangi daya beli masyarakat. Hal ini kemudian berdampak pada berbagai sektor seperti ritel, manufaktur, dan jasa, mengurangi produktivitas serta investasi.

Langkah Apa yang Perlu Diambil Pemerintah?

Menghadapi situasi ini, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah antisipasi yang tepat. Beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:

  • Mendorong ekspor dengan mencari pasar-pasar baru dan memberikan insentif kepada eksportir.
  • Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
  • Meningkatkan investasi, baik dari dalam maupun luar negeri.
  • Mendorong konsumsi domestik dengan memberikan stimulus ekonomi.
  • Menciptakan lapangan kerja baru.

Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan ekonomi Indonesia bisa kembali pulih dan tumbuh lebih kuat di masa depan.

Penting untuk dicatat bahwa situasi ekonomi selalu dinamis dan dapat berubah sewaktu-waktu. Oleh karena itu, penting untuk terus memantau perkembangan ekonomi dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

More From Author

Prabowo Akan Salat Idul Adha di Masjid Istiqlal Bersama Masyarakat

Wamen: Tambang di Raja Ampat Langgar Hak Atas Lingkungan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *