Dirut Sritex Diperiksa Soal Dugaan Kredit Fiktif

Kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terus bergulir. Kejaksaan Agung (Kejagung) kini tengah fokus menelusuri aliran dana kredit yang diterima perusahaan tekstil raksasa tersebut. Pertanyaan besar yang muncul adalah, apakah dana tersebut digunakan untuk kepentingan perusahaan atau justru mengalir ke kantong pribadi?

Dana Kredit Sritex: Untuk Perusahaan atau Pribadi?

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penyidik sedang mendalami secara intensif ke mana saja dana kredit tersebut mengalir. Meskipun pembayaran utang perusahaan adalah sebuah kemungkinan, hal itu tetap tidak dibenarkan jika tidak sesuai dengan peruntukan awal kredit.

“Penyidik sedang menyelidiki apakah pembayaran utang perusahaan atau justru digunakan untuk kepentingan pribadi,” ujar Harli. Bahkan, ada indikasi kuat bahwa sebagian dana digunakan untuk membeli aset-aset yang tidak produktif, yang justru memperburuk kinerja perusahaan.

Menurut Harli, jika manajemen perusahaan dikelola dengan baik dan dana kredit digunakan sesuai peruntukan, seharusnya Sritex tetap menjadi perusahaan yang sehat. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal yang berbeda.

Sebelumnya, Kejagung telah mengeluarkan larangan bepergian ke luar negeri terhadap Direktur Utama PT Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto. Langkah ini diambil untuk mempermudah proses pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi penerimaan kredit dari beberapa bank, termasuk PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (BJB) dan Banten serta PT DKI Jakarta.

“Iya benar, IKL (Iwan Kurniawan Lukminto) telah dilakukan pencegahan ke luar negeri sejak 19 Mei 2025 dan akan berlaku untuk 6 bulan ke depan,” kata Harli.

Pekan depan, Iwan dijadwalkan untuk menjalani pemeriksaan lanjutan oleh penyidik Kejagung.

Mengapa Sritex Bisa Pailit Padahal Sempat Untung Besar?

Kasus ini bermula dari temuan penyidik bahwa dana kredit yang seharusnya digunakan untuk modal kerja, justru dialihkan untuk keperluan lain. Hal ini dibenarkan oleh Harli Siregar.

“Pemberian kredit ini kan harusnya digunakan untuk modal kerja,” tegas Harli.

Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yaitu Dicky Syahbandinata (Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank BJB Tahun 2020), Zainuddin Mappa (Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020), dan Iwan Setiawan Lukminto (Direktur Utama PT Sritex Tahun 2005–2022).

“Aliran penggunaan uang Rp692 miliar sedang terus didalami. Karena dalam akad kredit sudah disepakati bahwa dana tersebut untuk modal kerja,” jelas Harli.

Iwan Lukminto sendiri telah memenuhi panggilan penyidik Kejagung pada 10 Juni 2025. Ia hanya memberikan pernyataan singkat, “Saya memenuhi panggilan saja.”

Apa Dampak Korupsi Kredit Bagi Perusahaan dan Karyawan?

Harli Siregar menjelaskan bahwa penyimpangan penggunaan dana kredit ini berdampak sangat buruk bagi Sritex. Perusahaan menjadi tidak sehat dan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap banyak karyawan.

Ia menyoroti bahwa pada tahun 2020, Sritex masih mencatatkan keuntungan sebesar Rp1,8 triliun. Namun, pada tahun 2021, perusahaan justru mengalami kerugian hingga Rp15 triliun lebih. Deviasi yang sangat signifikan ini menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk melakukan analisis lebih mendalam.

“Tentu kita mengharapkan ada juga apakah berkaitan antara penggunaan-penggunaan uang yang tidak sebagaimana mestinya, termasuk dari pemberian kredit yang sudah diberikan berbagai bank,” kata Harli.

Kasus ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel, serta pengawasan yang ketat terhadap penggunaan dana kredit. Jika tidak, dampaknya bisa sangat merugikan, tidak hanya bagi perusahaan, tetapi juga bagi ribuan karyawan dan perekonomian secara keseluruhan.

More From Author

Idul Adha Sepi Kurban: Nestapa di Negeri Antah Berantah

Menaker Ungkap Isi Penting dari Konferensi Perburuhan Internasional

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *