Pemerintah telah resmi menandatangani Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Penandatanganan ini menandai langkah maju dalam upaya pembaruan sistem hukum pidana di Indonesia.
Penandatanganan naskah DIM RUU KUHAP ini dilakukan oleh sejumlah pejabat tinggi negara, termasuk Menteri Hukum dan HAM, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Kapolri, dan Wakil Menteri Sekretariat Negara. Acara tersebut berlangsung di kantor Kementerian Hukum dan HAM.
Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto menekankan pentingnya fleksibilitas dalam RUU KUHAP. Ia menyarankan agar undang-undang tersebut tidak terlalu kaku, sehingga implementasinya dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan.
Mengapa KUHAP Perlu Fleksibilitas?
Sunarto menjelaskan bahwa fleksibilitas dalam KUHAP akan memungkinkan para penyidik, penuntut, dan hakim untuk melaksanakan tugas mereka secara lebih efektif. Ia berpendapat bahwa hal-hal teknis sebaiknya diserahkan kepada instansi yang berwenang, seperti Polri, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung.
âKarena yang lebih tahu adalah penuntutnya, yang teknis yang akan terjadi di pengadilan, serahkan pada regulasi yang dibuat oleh Mahkamah Agung,â jelas Sunarto. Ia menambahkan bahwa dengan memberikan kewenangan kepada masing-masing instansi, KUHAP dapat diimplementasikan dengan mekanisme yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Menurutnya, aturan yang terlalu rigit justru berpotensi cepat usang dan tidak relevan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, ia mendorong agar RUU KUHAP dirancang dengan mempertimbangkan dinamika dan kompleksitas penegakan hukum.
Apa Dampak KUHAP yang Terlalu Kaku?
Sunarto khawatir bahwa KUHAP yang terlalu kaku dapat menghambat proses penegakan hukum. Ia mencontohkan, jika aturan terlalu detail dan tidak memberikan ruang bagi interpretasi, maka penyidik dan penuntut akan kesulitan dalam menangani kasus-kasus yang kompleks dan unik.
Selain itu, KUHAP yang kaku juga dapat membatasi inovasi dan kreativitas dalam penegakan hukum. Para penegak hukum mungkin akan merasa terikat dengan aturan yang ada, sehingga enggan untuk mencari solusi-solusi baru yang lebih efektif.
Oleh karena itu, Sunarto menekankan pentingnya keseimbangan antara kepastian hukum dan fleksibilitas dalam RUU KUHAP. Ia berharap agar undang-undang tersebut dapat menjadi landasan yang kuat bagi penegakan hukum yang adil, efektif, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Bagaimana DIM RUU KUHAP Akan Disosialisasikan?
Setelah penandatanganan DIM RUU KUHAP, langkah selanjutnya adalah menyerahkan naskah tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas lebih lanjut. Pemerintah dan DPR akan bekerja sama untuk menyempurnakan RUU KUHAP sebelum disahkan menjadi undang-undang.
Penting juga untuk melakukan sosialisasi yang luas kepada masyarakat mengenai RUU KUHAP. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang sistem hukum pidana dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk memberikan masukan dan saran.
Dengan melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan RUU KUHAP, diharapkan undang-undang tersebut dapat mencerminkan aspirasi dan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, sosialisasi juga dapat membantu mencegah terjadinya kesalahpahaman dan resistensi terhadap KUHAP yang baru.
Selain itu, detikcom bekerja sama dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) mengadakan ajang penghargaan untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia. Detikcom juga bekerja sama dengan Polri untuk memberikan penghargaan kepada sosok polisi teladan.
Diharapkan RUU KUHAP yang baru dapat memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan meningkatkan profesionalisme para penegak hukum. Dengan demikian, sistem hukum pidana di Indonesia dapat menjadi lebih adil, transparan, dan akuntabel.