Kabar mengejutkan datang dari dunia bisnis tekstil. Iwan Setiawan Lukminto, Komisaris Utama PT Sritex, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan dana kredit dari bank negara. Nilai fantastis, mencapai Rp 692 miliar, menjadi sorotan utama dalam kasus ini.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga kuat bahwa dana kredit yang seharusnya digunakan sebagai modal kerja perusahaan, justru dialihkan untuk kepentingan pribadi Iwan Setiawan. Tentu saja, tuduhan ini langsung memicu berbagai reaksi dan pertanyaan.
Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama Sritex yang juga adik dari Iwan Setiawan, membantah keras tudingan tersebut. Usai menjalani pemeriksaan intensif di Kejagung, ia menegaskan bahwa penggunaan dana kredit telah sesuai dengan peruntukannya. Setahu saya sebagai adik, tidak (digunakan untuk keperluan pribadi Iwan Setiawan), ujarnya kepada wartawan. Meski begitu, ia menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik untuk mengungkap fakta sebenarnya.
Dana Kredit Sritex Dipakai untuk Apa Sebenarnya?
Menurut Iwan Kurniawan, dana pinjaman dari bank digunakan untuk operasional Sritex dan anak-anak perusahaannya. Masih tetap tentang operasional perusahaan, dan bagaimana me-manage perusahaan setelah saya menjadi dirut, jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa dana tersebut digunakan untuk operasional secara keseluruhan.
Namun, Kejagung memiliki dugaan lain. Mereka mencurigai bahwa dana kredit dari Bank DKI dan Bank BJB tersebut justru digunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif. Jika benar, ini tentu merupakan pelanggaran serius terhadap perjanjian kredit yang telah disepakati.
Dalam pemeriksaan yang berlangsung selama kurang lebih 11 jam, Iwan Kurniawan dicecar dengan 25 pertanyaan oleh penyidik. Ia mengaku masih harus melengkapi beberapa dokumen yang diminta. Namun, penyidik memberikan kelonggaran dengan memperbolehkan pengiriman dokumen melalui ekspedisi.
Bagaimana Bank DKI dan BJB Bisa Kecolongan?
Kasus ini juga menyoroti peran Bank DKI dan Bank BJB dalam pemberian kredit kepada Sritex. Kejagung menduga bahwa kedua bank tersebut tidak mematuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan dalam penyaluran kredit. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawasan dan pengendalian internal di kedua lembaga keuangan tersebut.
Jika terbukti bersalah, bukan hanya Iwan Setiawan yang akan bertanggung jawab. Pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses pemberian dan penyaluran kredit juga berpotensi terseret dalam kasus ini.
Apa Dampak Kasus Ini Bagi Sritex dan Industri Tekstil Nasional?
Penetapan Iwan Setiawan sebagai tersangka tentu menjadi pukulan telak bagi Sritex. Reputasi perusahaan yang telah dibangun selama bertahun-tahun tercoreng akibat kasus ini. Selain itu, kepercayaan investor dan mitra bisnis juga berpotensi menurun.
Lebih jauh lagi, kasus ini dapat memberikan dampak negatif bagi industri tekstil nasional secara keseluruhan. Investor asing mungkin akan lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya di sektor ini. Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk memulihkan kepercayaan pasar dan menjaga stabilitas industri tekstil.
Kejagung sendiri telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Proses hukum akan terus berlanjut untuk mengungkap kebenaran dan menyeret para pelaku ke pengadilan. Masyarakat tentu berharap agar kasus ini dapat diselesaikan secara transparan dan adil.
Kasus ini menjadi pengingat bagi semua pihak, baik pelaku bisnis maupun lembaga keuangan, untuk selalu menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan menghindari praktik-praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.
Sebagai informasi tambahan, detikcom bekerja sama dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) mengadakan ajang penghargaan untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia. Selain itu, detikcom juga bekerja sama dengan Polri untuk memberikan penghargaan kepada sosok polisi teladan.