Indonesia bersiap menghadapi musim kemarau yang diprediksi membawa risiko kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan dini terkait potensi ini, mendorong semua pihak untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menekankan pentingnya aksi mitigasi dari seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah daerah dan organisasi non-pemerintah. Hal ini disampaikan dalam Apel Kesiapsiagaan Nasional Karhutla yang diadakan di Riau.
Musim kemarau di Riau diperkirakan akan terjadi dua kali, yaitu pada Februari-Maret dan Mei-Agustus, dengan puncak kemarau diperkirakan terjadi pada periode terakhir. Kondisi ini menjadikan Riau sebagai salah satu wilayah yang paling rentan terhadap karhutla.
Kenapa Riau Lebih Sering Terjadi Kebakaran Hutan?
Riau memiliki karakteristik unik yang membuatnya lebih sering mengalami hotspot dibandingkan daerah lain. Selain karena faktor cuaca, kondisi lahan gambut yang kering dan mudah terbakar juga menjadi penyebab utama. Bahkan, tanpa adanya pembakaran yang disengaja, potensi kebakaran tetap tinggi akibat angin dan gesekan ranting.
Secara umum, BMKG memprediksi bahwa musim kemarau di Indonesia akan didominasi oleh kondisi normal. Namun, sekitar 26% wilayah berpotensi mengalami kemarau yang lebih basah dari biasanya, sementara 14% wilayah lainnya diperkirakan akan mengalami kemarau yang lebih kering.
Meskipun risiko karhutla secara umum rendah pada April-Mei, beberapa wilayah seperti Riau, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) menunjukkan risiko menengah hingga tinggi. Pada Juni, risiko karhutla diperkirakan akan meningkat secara signifikan di Riau, Sumatera Utara, Jambi, dan sekitarnya.
Bagaimana Cara Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan?
Pencegahan karhutla sejak dini adalah langkah paling efektif untuk menghindari kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, dan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain:
- Pembasahan lahan secara rutin.
- Mempertahankan tinggi muka air di lahan gambut.
- Pengisian embung dan kanal dengan memanfaatkan hujan yang masih ada.
- Operasi modifikasi cuaca (OMC) untuk memicu hujan buatan.
- Patroli udara dan pengawasan lapangan secara berkala.
BMKG, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan pemerintah daerah bekerja sama untuk mengintensifkan upaya-upaya tersebut, terutama di wilayah-wilayah yang berpotensi tinggi mengalami karhutla.
Wilayah Mana Saja yang Paling Berisiko Terjadi Karhutla?
Selain Riau, beberapa wilayah lain yang juga memiliki potensi risiko karhutla tinggi antara lain:
- Nusa Tenggara Timur (NTT)
- Nusa Tenggara Barat (NTB)
- Papua Selatan
- Kalimantan Selatan
- Bangka Belitung
Pada Juli-September, risiko karhutla diperkirakan akan meluas ke Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua. Sementara itu, pada Oktober, risiko karhutla diprediksi tetap tinggi di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, NTT, Papua Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Pemerintah daerah di wilayah-wilayah tersebut telah diminta untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan. Masyarakat juga diimbau untuk berpartisipasi aktif dalam menjaga lingkungan dan melaporkan jika melihat potensi terjadinya kebakaran.
Dengan upaya bersama dari semua pihak, diharapkan dampak buruk dari karhutla dapat diminimalkan dan lingkungan serta kesehatan masyarakat dapat terlindungi.