Isu outsourcing kembali mencuat ke permukaan setelah Presiden Prabowo Subianto menyampaikan niatnya untuk menghapus skema kerja ini. Pernyataan ini disampaikan dalam peringatan May Day 2025 di Monas, Jakarta, dan langsung menjadi perbincangan hangat di kalangan pekerja dan pengusaha.
Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, outsourcing atau alih daya adalah penyerahan sebagian pekerjaan perusahaan kepada pihak lain melalui perjanjian tertulis. Dalam praktiknya, pekerja outsourcing bekerja di perusahaan pengguna jasa, namun upah dan perlindungan mereka menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa outsourcing.
Prabowo menekankan pentingnya kesejahteraan buruh dan berjanji akan mengkaji penghapusan outsourcing melalui Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional yang akan segera dibentuk. Namun, ia juga mengingatkan bahwa kepentingan investor harus tetap dijaga agar investasi tetap masuk dan lapangan kerja tetap tersedia.
Kenapa Isu Outsourcing Selalu Jadi Kontroversi?
Salah satu alasan utama mengapa outsourcing sering menjadi polemik adalah karena adanya kekhawatiran terkait perlindungan hak-hak pekerja. Meskipun secara hukum perusahaan outsourcing bertanggung jawab atas upah, kesejahteraan, dan syarat kerja, seringkali terjadi praktik di mana pekerja outsourcing menerima upah lebih rendah dan fasilitas yang kurang memadai dibandingkan pekerja tetap.
Selain itu, batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing juga menjadi isu krusial. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, pekerjaan outsourcing seharusnya hanya terbatas pada kegiatan penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Namun, dalam praktiknya, seringkali ditemukan pekerja outsourcing yang mengerjakan pekerjaan inti perusahaan.
Undang-Undang Cipta Kerja sempat menghapus batasan ini, yang kemudian memicu kekhawatiran akan semakin maraknya praktik outsourcing dan potensi eksploitasi pekerja.
Apa Dampak Penghapusan Outsourcing Bagi Perusahaan dan Pekerja?
Penghapusan outsourcing tentu akan membawa dampak signifikan bagi perusahaan dan pekerja. Bagi perusahaan, mereka mungkin perlu merekrut lebih banyak pekerja tetap untuk menggantikan pekerja outsourcing, yang berpotensi meningkatkan biaya operasional. Namun, di sisi lain, hal ini juga dapat meningkatkan loyalitas dan produktivitas pekerja karena merasa lebih dihargai dan memiliki jaminan kerja yang lebih pasti.
Bagi pekerja, penghapusan outsourcing dapat memberikan harapan akan status kerja yang lebih stabil, upah yang lebih baik, dan perlindungan hak-hak yang lebih terjamin. Namun, ada juga kekhawatiran bahwa beberapa pekerja outsourcing mungkin kehilangan pekerjaan jika perusahaan tidak mampu menyerap mereka sebagai pekerja tetap.
Untuk mengatasi potensi dampak negatif, Prabowo berencana mempertemukan 150 pemimpin buruh dengan 150 pemimpin perusahaan di Istana Bogor. Tujuannya adalah untuk mencari solusi terbaik yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, baik pekerja maupun pengusaha.
Bagaimana Nasib Pekerja Outsourcing Jika Skema Ini Dihapus?
Pertanyaan ini menjadi perhatian utama bagi jutaan pekerja outsourcing di Indonesia. Pemerintah perlu menyiapkan langkah-langkah konkret untuk memastikan transisi yang mulus dan adil bagi para pekerja ini. Beberapa opsi yang mungkin dipertimbangkan antara lain:
- Mendorong perusahaan untuk menyerap pekerja outsourcing sebagai pekerja tetap.
- Memberikan pelatihan dan keterampilan tambahan kepada pekerja outsourcing agar mereka memiliki daya saing yang lebih tinggi di pasar kerja.
- Menciptakan lapangan kerja baru melalui program-program kewirausahaan dan pengembangan UMKM.
Selain itu, penting juga untuk memperkuat pengawasan terhadap praktik outsourcing yang masih berjalan selama masa transisi, guna mencegah terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja.
Presiden Prabowo juga membagikan baju dan topi saat meninggalkan acara May Day, menunjukkan perhatiannya terhadap para pekerja. Langkah-langkah konkret dan dialog yang konstruktif antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja akan menjadi kunci untuk mewujudkan sistem ketenagakerjaan yang lebih adil dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dan pekerjanya harus didasarkan pada perjanjian kerja tertulis, baik PKWT maupun PKWTT. Jika pekerja dipekerjakan sebagai PKWT, perjanjian kerjanya harus menjamin pengalihan perlindungan hak-hak pekerja jika terjadi pergantian perusahaan outsourcing, selama objek pekerjaannya masih ada.