Harga nikel dunia sedang kurang bersahabat nih, guys. Sempat menyentuh angka US$ 15.325 per ton, banyak yang bertanya-tanya, kok bisa ya? Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun angkat bicara, mencoba memberikan sedikit pencerahan mengenai fenomena ini.
Menurut Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, ada beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebabnya. Salah satunya adalah kelebihan pasokan nikel di pasar global. Bayangin aja, barangnya banyak tapi yang mau beli nggak sebanyak itu, ya pasti harganya jadi turun, kan?
Selain itu, Tri juga menyinggung soal kemungkinan adanya pengaruh dari perang dagang. Wah, kalau ini sih urusannya sudah lebih kompleks. Perang dagang bisa bikin ekonomi global jadi nggak stabil, dan imbasnya bisa kemana-mana, termasuk ke harga komoditas seperti nikel.
Kenapa Harga Nikel Bisa Turun Drastis?
Tri menjelaskan bahwa penurunan harga nikel ini masih menjadi misteri. Apakah penurunan ini karena supply yang over, atau sebetulnya akibat dari perang dagang, hal ini kita nggak tahu juga, ujarnya dalam sebuah rapat di DPR RI.
Indonesia sendiri punya peran yang cukup signifikan dalam pasokan nikel dunia. Tri menyebutkan bahwa sekitar 65% pasokan nikel dunia berasal dari Indonesia. Kebanyakan nikel ini diolah menjadi stainless steel.
Nah, Tri juga menduga bahwa penurunan permintaan stainless steel dari China, yang merupakan pasar utama nikel Indonesia, bisa jadi salah satu faktor penyebabnya. Kalau permintaan dari China menurun, otomatis pasokan nikel jadi berlebih, dan harganya pun ikut tertekan.
Apakah Penurunan Harga Nikel Akan Berlanjut?
Pertanyaan ini tentu saja menjadi perhatian banyak pihak, terutama para pelaku industri pertambangan nikel. Sayangnya, belum ada jawaban pasti mengenai hal ini. Harga komoditas memang sangat fluktuatif dan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari sisi supply maupun demand.
Data dari Ditjen Minerba Kementerian ESDM menunjukkan bahwa Harga Mineral Acuan (HMA) untuk nikel pada periode pertama Mei 2025 tercatat sebesar US$ 15.049,23 per ton. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode kedua April 2025 yang mencapai US$ 15.539,69 per ton, dan periode pertama April 2025 yang sebesar US$ 16.126,33 per ton. Terlihat jelas kan, trennya memang sedang menurun.
Apa Dampaknya Bagi Indonesia?
Penurunan harga nikel tentu saja bisa berdampak pada pendapatan negara dari sektor pertambangan. Selain itu, para pelaku industri pertambangan nikel juga bisa terkena imbasnya, terutama jika harga nikel terus merosot. Mereka mungkin harus melakukan efisiensi atau bahkan mengurangi produksi.
Namun, di sisi lain, penurunan harga nikel juga bisa memberikan keuntungan bagi industri hilir yang menggunakan nikel sebagai bahan baku. Mereka bisa mendapatkan bahan baku dengan harga yang lebih murah, sehingga bisa meningkatkan daya saing produk mereka.
Pemerintah tentu saja perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengatasi tantangan ini. Salah satunya adalah dengan mendorong hilirisasi industri nikel, sehingga nilai tambah nikel bisa ditingkatkan di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga perlu mencari pasar-pasar baru untuk nikel Indonesia, sehingga tidak terlalu bergantung pada satu pasar saja.
Kita tunggu saja bagaimana perkembangan harga nikel selanjutnya. Semoga saja harganya bisa segera stabil dan kembali naik, sehingga memberikan keuntungan bagi semua pihak.