Netizen Soroti Ketidakadilan dan Dugaan Bias dalam Proses Sidang Etik Polwan Polda Bali
Denpasar, Bali – Sebuah video pendek yang menampilkan perseteruan antara dua pria, Andre dan Nyoman alias Dede, baru-baru ini viral di media sosial. Dalam rekaman tersebut, hadir pula sosok Aipda Putu Eka, seorang anggota Polwan dari Propam Polda Bali, yang terlihat berusaha menengahi pertikaian tanpa nada tinggi atau tindakan intimidatif.
Namun, publik terkejut saat mengetahui bahwa Aipda Eka justru dijatuhi sanksi demosi selama satu tahun oleh Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri. Keputusan tersebut menuai reaksi luas dan memicu pertanyaan besar mengenai keadilan dan proses etik di tubuh kepolisian.
Baca juga : 5 Rumor iPhone 17 Pro Max Membuat Saya Memikirkan Kembali Upgrade Berikutnya
Fakta-fakta Mencurigakan dalam Kasus Aipda Eka
1. Saksi Utama Tidak Dihadirkan
Sidang etik yang digelar terhadap Aipda Eka tidak menghadirkan saksi kunci, yaitu Dede, pria yang terlibat langsung dalam konflik. Ketidakhadiran saksi utama ini menjadi pertanyaan mendasar: bagaimana kebenaran bisa digali secara utuh tanpa saksi utama?
2. Dugaan Motif Pribadi dan Isu Hubungan
Berhembus kabar bahwa isu hubungan pribadi antara Aipda Eka dan Dede turut memengaruhi proses sidang. Jika benar sanksi dijatuhkan karena faktor personal atau rumor asmara, maka integritas penegakan hukum internal patut dipertanyakan.
3. Polwan Tak Diberi Perlindungan yang Layak
Sebagai institusi besar, Polda Bali seharusnya memberikan ruang keadilan dan perlindungan kepada setiap personelnya. Namun, dalam kasus ini, Aipda Eka terkesan ditinggalkan dan menghadapi proses sidang tanpa pembelaan utuh.
4. Proses Terlalu Cepat Dibanding Kasus Lain
Sidang etik terhadap Aipda Eka berlangsung jauh lebih cepat dibandingkan kasus-kasus lain yang lebih besar, seperti kasus Ipda Haris Budiono Cs. Hal ini menimbulkan dugaan adanya perlakuan terburu-buru dan tidak proporsional.
Suara Kritis dari Tokoh Media: “Tidak Ada Intimidasi, Ini Tidak Adil!”
Warsito, Direktur Utama PT Berita Istana Negara, menyatakan keberatan keras atas sanksi demosi terhadap Aipda Eka. Ia mengatakan telah meninjau video kejadian tersebut dan tidak menemukan unsur intimidasi.
“Saya sudah menyaksikan videonya berkali-kali. Tidak ada intimidasi. Tidak ada kata kasar. Yang dilakukan Aipda Eka hanya melerai. Justru itu tindakan profesional sebagai anggota kepolisian,” tegas Warsito, Sabtu (12/7/2025).
Warsito juga mendesak Kapolda Bali dan Mabes Polri untuk turun tangan dan mengevaluasi keputusan etik yang menjatuhkan sanksi kepada Aipda Eka. Ia menilai ada potensi pelanggaran prosedur dan ketidakadilan dalam penanganan kasus.
Baca juga : Borong Juara Entrepreneurship Manajemen Competition 2025 LLDIKTI Wilayah II
Harapan Publik: Keadilan Harus Berdasarkan Fakta, Bukan Gosip
Kisah Aipda Eka kini menjadi lebih dari sekadar proses sidang etik. Ini adalah cermin problem sistemik di tubuh institusi hukum, yang masih mengandung potensi:
- Bias gender terhadap Polwan
- Minimnya perlindungan internal
- Penjatuhan sanksi tanpa bukti kuat
Publik kini berharap agar Mabes Polri dan Komisi Etik tidak tutup mata. Keadilan sejati hanya bisa ditegakkan jika kebenaran didasarkan pada fakta.
Penulis : Dina eka anggraini