Rencana pengiriman siswa bermasalah ke barak militer di Jawa Barat menuai kritik dari berbagai pihak. Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, termasuk salah satu yang menyuarakan ketidaksetujuannya. Menurutnya, penguatan karakter siswa, terutama yang bermasalah, tidak selalu harus melalui pendekatan militeristik.
Bonnie menekankan bahwa melibatkan psikolog dan psikiater akan jauh lebih efektif dalam menangani siswa bermasalah dibandingkan mengirim mereka ke barak militer. Ia juga menambahkan bahwa pemerintah daerah seharusnya memastikan ketersediaan guru konseling terlatih di setiap sekolah untuk membantu siswa mengatasi masalah mereka.
âPenguatan karakter bukan selalu berarti mendidik siswa bermasalah dengan cara militeristik. Melibatkan psikolog dan psikiater untuk menangani siswa bermasalah jauh lebih tepat ketimbang mengirim mereka ke barak militer,â ujar Bonnie.
Penyediaan fasilitas olahraga dan kesenian di sekolah juga dianggap penting agar siswa dapat menyalurkan energi dan kreativitas mereka secara positif. Bonnie berpendapat bahwa pendekatan yang lebih manusiawi dan berbasis psikologis akan lebih efektif dalam jangka panjang.
Kenapa pendekatan militeristik dianggap kurang tepat untuk menangani siswa bermasalah?
Bonnie Triyana menilai bahwa mengatasi masalah anak tidak bisa serta merta diselesaikan melalui jalur pendidikan militer. Meskipun Kadispenad memastikan pengiriman siswa ke barak militer dilakukan dengan persetujuan orang tua, Bonnie tetap berpendapat bahwa pendekatan psikologis lebih diperlukan.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, juga menyampaikan pandangan serupa. Ia menekankan bahwa tidak semua masalah harus diselesaikan oleh tentara, termasuk masalah siswa bermasalah. Menurutnya, perlu ada peninjauan ulang terhadap kebijakan yang melibatkan TNI dalam menangani masalah kedisiplinan siswa.
Muhaimin Iskandar dari Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat juga berpendapat bahwa pembinaan anak nakal di barak militer bukanlah solusi yang tepat. Ia menekankan pentingnya memahami masalah siswa secara holistik, dengan mempertimbangkan faktor keluarga, lingkungan pergaulan, dan aktivitas di sekolah.
Mengajak siswa mengunjungi instansi atau lembaga tertentu untuk mempelajari cara kerja dan fungsi mereka sebenarnya tidak masalah. Namun, jika pendidikan tersebut diberikan sebagai hukuman, Atnike menilai hal itu tidak tepat.
Bonnie menambahkan bahwa pengiriman anak bermasalah ke barak militer bukanlah satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah kedisiplinan remaja. Ia menekankan bahwa cara instan tidak akan menyelesaikan masalah hingga ke akarnya, yang seringkali berakar pada masalah sosial.
Apa alternatif yang lebih baik daripada mengirim siswa bermasalah ke barak militer?
Bonnie Triyana menyarankan beberapa alternatif yang lebih konstruktif dalam menangani siswa bermasalah. Pertama, pemerintah daerah harus memastikan keberadaan guru konseling terlatih di setiap sekolah. Guru konseling dapat membantu siswa mengidentifikasi dan mengatasi masalah mereka secara individual.
Kedua, sekolah harus menyediakan fasilitas olahraga dan kesenian yang memadai. Fasilitas ini dapat membantu siswa menyalurkan energi dan kreativitas mereka secara positif, sehingga mengurangi risiko terlibat dalam tindakan negatif seperti tawuran dan narkoba.
Ketiga, melibatkan psikolog dan psikiater dalam menangani siswa bermasalah. Para ahli ini dapat memberikan pendekatan yang lebih mendalam dan personal dalam membantu siswa mengatasi masalah emosional dan perilaku mereka.
Bonnie juga menekankan pentingnya pendekatan holistik yang mempertimbangkan faktor keluarga, lingkungan pergaulan, dan aktivitas di sekolah. Dengan memahami akar masalah secara komprehensif, solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan dapat ditemukan.
Bagaimana seharusnya peran TNI dalam pendidikan karakter siswa?
Atnike Nova Sigiro berpendapat bahwa bukan kewenangan TNI untuk melakukan civic education (pendidikan kewarganegaraan). Menurutnya, peran TNI seharusnya lebih fokus pada tugas dan fungsi utamanya, yaitu menjaga keamanan dan kedaulatan negara.
Namun, Bonnie Triyana berpendapat bahwa mengajak siswa untuk mengunjungi instansi atau lembaga tertentu, termasuk TNI, untuk mempelajari cara kerja dan fungsi mereka sebenarnya tidak masalah. Hal ini dapat memberikan wawasan kepada siswa tentang berbagai profesi dan peran dalam masyarakat.
Bonnie menekankan bahwa pendidikan karier untuk siswa, termasuk pengenalan tugas TNI, polisi, dan Komnas HAM, dapat bermanfaat. Namun, pendidikan tersebut tidak boleh diberikan sebagai hukuman atau pengganti pendekatan psikologis dalam menangani siswa bermasalah.
Secara keseluruhan, para ahli sepakat bahwa pendekatan yang lebih manusiawi, berbasis psikologis, dan holistik akan lebih efektif dalam menangani siswa bermasalah. Melibatkan TNI dalam pendidikan karakter siswa perlu dipertimbangkan secara matang dan tidak boleh menjadi satu-satunya solusi.