Kabar kurang sedap datang dari dunia bisnis tekstil. Kejaksaan Agung (Kejagung) dikabarkan akan memeriksa Direktur Utama (Dirut) PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, terkait dugaan korupsi dalam penerimaan kredit dari beberapa bank. Kasus ini tentu menjadi sorotan, mengingat Sritex adalah salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, pemeriksaan ini terkait dengan dugaan adanya kejanggalan dalam laporan keuangan Sritex. Kejagung mencurigai adanya ketidakwajaran, di mana perusahaan mencatatkan keuntungan signifikan dalam satu tahun, namun kemudian mengalami kerugian besar di tahun berikutnya.
Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa Sritex diduga tidak menggunakan dana pinjaman dari Bank BJB dan Banten sesuai dengan tujuan awal pemberian kredit. Dana tersebut justru dialihkan untuk membayar utang dan membeli aset yang tidak produktif.
Kenapa Sritex Bisa Terjerat Kasus Korupsi Kredit Bank?
Kasus ini bermula dari dugaan pemberian kredit yang tidak sesuai prosedur oleh beberapa bank, termasuk Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (BJB), Bank Banten, dan Bank DKI Jakarta. Kejagung menduga bahwa bank-bank tersebut tidak melakukan analisa yang memadai sebelum memberikan kredit kepada Sritex. Salah satu indikasinya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja, karena lembaga pemeringkat menilai Sritex memiliki risiko gagal bayar yang tinggi.
Qohar menambahkan, pemberian kredit tanpa jaminan seharusnya hanya diberikan kepada perusahaan dengan peringkat A. Namun, dalam kasus ini, Sritex diduga menerima kredit meskipun memiliki risiko gagal bayar yang tinggi.
Selain Iwan Kurniawan Lukminto, Kejagung juga menetapkan Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk, Iwan Setiawan Lukminto, sebagai tersangka. Selain itu, DS, pemimpin Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten tahun 2020, serta YM selaku Direktur Utama PT Bank DKI Jakarta tahun 2020, juga turut terseret dalam kasus ini.
Bagaimana Kondisi Keuangan Sritex Sebenarnya?
Dalam laporan keuangan Sritex, terungkap bahwa perusahaan mengalami kerugian mencapai USD1,08 miliar atau setara dengan Rp15,65 triliun pada tahun 2021. Padahal, pada tahun 2020, Sritex masih mencatatkan keuntungan sebesar USD 85,32 juta atau setara dengan Rp1,24 triliun. Perubahan drastis ini tentu menimbulkan pertanyaan besar.
Selain itu, ditemukan total outstanding atau tagihan hingga bulan Oktober 2024 sebesar Rp3.588.650.808.028,57 yang dimiliki Sritex dan entitas anak perusahaannya. Utang ini berasal dari beberapa bank pemerintah, baik Bank Himbara maupun Bank Milik Pemerintah Daerah.
Kondisi keuangan yang memburuk ini akhirnya berujung pada putusan pailit yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang. PT Sritex Tbk dinyatakan pailit melalui putusan nomor perkara 2/PDT.SUS- homologasi/2024/PN Niaga Semarang.
Apa Dampak Kasus Ini Bagi Karyawan dan Industri Tekstil?
Kasus yang menimpa Sritex ini tentu membawa dampak yang signifikan, terutama bagi ribuan karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut. Potret perpisahan Iwan Kurniawan Lukminto dengan para karyawan menjadi simbol dari kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan.
Selain itu, kasus ini juga memberikan pukulan bagi industri tekstil Indonesia. Sritex, sebagai salah satu pemain utama di industri ini, mengalami kesulitan yang besar. Hal ini tentu dapat mempengaruhi kepercayaan investor dan kinerja industri tekstil secara keseluruhan.
Kejaksaan Agung terus melakukan penyidikan untuk mengungkap seluruh fakta terkait kasus ini. Masyarakat tentu berharap agar kasus ini dapat diselesaikan secara transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
Kasus Sritex ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, terutama bagi perusahaan yang bergerak di sektor keuangan. Penting untuk selalu menjaga integritas dan transparansi dalam setiap transaksi keuangan, serta mematuhi semua peraturan dan prosedur yang berlaku.