Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali bergerak dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang terjadi pada tahun 2019-2022. Tiga mantan staf khusus (stafsus) mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai saksi.
Kasus ini bermula dari pengadaan digitalisasi pendidikan berupa laptop Chromebook di Kemendikbudristek. Kejagung mencium adanya indikasi korupsi dalam proyek yang menelan anggaran hampir Rp10 triliun tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa penyidik mendalami dugaan adanya pemufakatan jahat untuk mengarahkan tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan bantuan peralatan pendidikan teknologi pada tahun 2020. Anehnya, kajian tersebut justru merekomendasikan penggunaan sistem operasi Chrome, padahal sebelumnya uji coba menunjukkan bahwa penggunaan Chromebook kurang efektif.
Kenapa Chromebook yang Dipilih, Padahal Hasil Uji Coba Kurang Memuaskan?
Pertanyaan ini menjadi salah satu fokus penyidikan Kejagung. Mengapa Kemendikbudristek saat itu mengganti kajian yang merekomendasikan sistem operasi Windows dengan kajian baru yang mendukung penggunaan Chrome? Apakah ada kepentingan tertentu di balik keputusan ini?
Penyidik menduga ada upaya untuk mengarahkan pengadaan laptop agar berbasis pada sistem operasi Chrome. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya praktik korupsi yang melibatkan berbagai pihak.
Untuk memperdalam penyelidikan, penyidik telah mencekal tiga mantan stafsus Nadiem Makarim, yaitu FH, JT, dan IA. Pencekalan ini dilakukan karena ketiganya tidak memenuhi dua panggilan pemeriksaan sebelumnya. Selain itu, penyidik juga telah menggeledah apartemen ketiganya dan menyita sejumlah barang bukti elektronik dan dokumen.
Dana Hampir Rp10 Triliun, Lari ke Mana Saja?
Proyek pengadaan Chromebook ini menghabiskan dana sebesar Rp9,982 triliun. Dana tersebut terdiri dari Rp3,582 triliun dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun berasal dari dana alokasi khusus (DAK). Jumlah yang fantastis ini tentu menimbulkan pertanyaan besar: ke mana saja dana tersebut mengalir?
Kejagung akan menelusuri aliran dana tersebut untuk mengungkap apakah ada penyimpangan atau praktik korupsi yang merugikan negara. Pemeriksaan terhadap para saksi, termasuk tiga mantan stafsus, diharapkan dapat memberikan titik terang dalam kasus ini.
Apa Dampak Kasus Ini Terhadap Dunia Pendidikan?
Kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook ini tentu sangat disayangkan. Di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan melalui digitalisasi, justru muncul praktik korupsi yang menghambat kemajuan tersebut. Jika terbukti, kasus ini akan menjadi preseden buruk dan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Kejagung berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini secara profesional dan transparan. Siapa pun yang terlibat, tanpa terkecuali, akan dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan hukum yang berlaku. Diharapkan, penuntasan kasus ini dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya praktik korupsi serupa di masa depan.
Penyidik telah melayangkan surat panggilan kepada tiga mantan stafsus tersebut dan pemeriksaan dijadwalkan akan dimulai. Masyarakat menantikan perkembangan kasus ini dan berharap agar keadilan dapat ditegakkan.