Polemik tambang nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, terus bergulir. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Papua Barat Daya, Paul Finsen Mayor, mendesak Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk turun tangan menyelesaikan masalah ini. Desakan ini muncul di tengah kekhawatiran akan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas pertambangan.
Raja Ampat, yang dikenal dengan keindahan alamnya dan keanekaragaman hayati laut yang luar biasa, kini terancam oleh aktivitas pertambangan nikel. Paul Finsen Mayor menegaskan bahwa Raja Ampat bukanlah kawasan biasa. UNESCO bahkan mengakui wilayah ini sebagai Global Geopark karena biodiversitas lautnya yang tak tertandingi. Ia menyayangkan pemberian izin tambang yang justru datang dari pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, juga turut angkat bicara. Ia meminta pemerintah untuk mencabut secara permanen izin tambang di Raja Ampat. Menurutnya, setiap kegiatan pertambangan pasti akan merusak alam dan ekosistem di wilayah tersebut, apalagi jika reklamasi pascatambang diabaikan.
Mengapa Pemerintah Daerah Sulit Mengintervensi Tambang?
Salah satu kendala utama yang dihadapi pemerintah daerah adalah kewenangan pemberian izin tambang yang berada di tangan pemerintah pusat. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba). Paul menjelaskan bahwa setelah undang-undang ini diundangkan, usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Kondisi ini membuat pemerintah daerah kesulitan untuk melakukan intervensi terhadap perusahaan tambang yang diduga merusak lingkungan.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil juga menjadi sorotan. Menurut Fahmy, praktik penambangan nikel di Raja Ampat jelas melanggar undang-undang ini. Ia menegaskan bahwa tidak ada satu pasal pun yang melegalkan eksplorasi tambang di pulau-pulau kecil seperti Raja Ampat. Prioritas pemanfaatan wilayah tersebut seharusnya hanya untuk pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian.
Apa Dampak Penambangan Nikel Terhadap Raja Ampat?
Penambangan nikel di Raja Ampat berpotensi menimbulkan berbagai dampak negatif terhadap lingkungan dan ekosistem. Beberapa dampak yang paling mengkhawatirkan antara lain:
- Kerusakan terumbu karang dan habitat laut lainnya.
- Pencemaran air dan tanah akibat limbah pertambangan.
- Deforestasi dan hilangnya keanekaragaman hayati darat.
- Gangguan terhadap aktivitas pariwisata yang menjadi sumber pendapatan utama masyarakat setempat.
Fahmy secara tegas menyatakan bahwa penambangan, bahkan dengan reklamasi sekalipun, akan merusak alam geopark yang merupakan ekosistem destinasi wisata Raja Ampat.
Langkah Apa yang Seharusnya Diambil Pemerintah?
Menanggapi polemik ini, Paul Finsen Mayor berharap Presiden Prabowo Subianto dapat turun tangan langsung untuk menyelesaikan masalah penambangan nikel di Raja Ampat. Ia meminta agar seluruh aktivitas tambang dihentikan total dan pemerintah tidak lagi menerbitkan izin tambang di kawasan tersebut.
Fahmy Radhi juga senada dengan Paul. Ia mendesak pemerintah untuk mencabut permanen izin tambang di Raja Ampat dan sekitarnya. Menurutnya, langkah ini penting untuk menjaga kelestarian alam dan ekosistem Raja Ampat, serta melindungi kepentingan masyarakat setempat yang bergantung pada sektor pariwisata.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebelumnya telah melakukan pengecekan langsung ke Pulau Gag, Raja Ampat, untuk melihat kondisi di lapangan. Namun, hingga saat ini, belum ada keputusan final terkait izin tambang di wilayah tersebut. Masyarakat dan para pemerhati lingkungan berharap agar pemerintah dapat mengambil keputusan yang bijak dan berpihak pada kelestarian alam Raja Ampat.
Kasus Raja Ampat ini menjadi contoh nyata bagaimana konflik kepentingan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan dapat terjadi. Pemerintah perlu menyeimbangkan kedua hal tersebut agar pembangunan dapat berjalan berkelanjutan tanpa mengorbankan keindahan alam dan keanekaragaman hayati yang tak ternilai harganya.